Rabu, 25 Agustus 2021

Cinta Yang Kreatif : Chapter 7

 1 tahun 6 bulan sudah kami lalui di kelas ini. Berarti satu semester lagi sampai akhirnya kami lulus dan berakhir pula kisah cintaku yang diam-diam ini. Saat ini Tenten masih berada di sampingku, memperhatikan dosen yang entah menjelaskan apa, aku tidak terlalu memperhatikan. Aku hanya tertarik memperhatikan Tenten yang sangat fokus. Temanku Temari kadang menyenggolku kala dia duduk di samping kami, aku cuek toh dia tahu aku sangat menyukai Tenten. Sakura saja tidak kuberitahu kalau aku menyukai seseorang. Hanya Temari dan Sasuke yang tahu karena mereka selalu bersama ku di kampus.


“Gak berencana minta nomor hapenya?” Tanya Temari saat kelas sudah berakhir. Tenten? Pergi bersama kekasihnya seperti biasa.


“Haruskah???” Aku alihkan pandangan ke luar jendela dan menjawabnya malas.


“Kau gimana sih? Kalau cinta ya harus diperjuanginlah!” kata Temari padaku. Dia memang benar aku harus memperjuangkannya, tapi aku masih tidak yakin apa bisa bersaing dengan senpai yang sudah jelas adalah kekasihnya. Aku bukannya tidak pede. Aku hanya tidak ingin memaksakan diri, aku tidak ingin membuat dia canggung melihatku dan akhirnya membuat kami saling menjauh. Tentu saja aku tidak mau merasakan sisa semester tanpa Tenten.


“Sudahlah. Kalau jodoh pasti bertemu kok” jawabku santai. Sambil melengos pergi diikuti dengan Temari. Setelahnya aku tidak tahu bagaimana, apakah aku dan Tenten bisa bertemu lagi atau berakhir saat kami lulus. Aku hanya menjalani apa yang ada sekarang dan tidak ingin repot-repot merencanakan masa depan terlebih dengan yang namanya cinta. Sudah cukup ku rasakan, cinta pertamaku Tenten.


Hari kelulusanku tiba, 2 bulan lalu saat mata kuliah kami berakhir, aku terakhir kali melihatnya. Ia hanya mengatakan selamat padaku tanpa mengucapkan kata-kata perpisahan. Aku hampir menangis melihatnya pergi sendiri kali ini, tanpa dijemput oleh pacarnya. Aku tidak ingin melewati kesempatan terakhir bersamanya, jadi aku buru-buru mengejarnya yang sudah keluar pintu kelas. Saat aku keluar, aku melihat ia ditarik-tarik Sasori senpai. Dari wajahnya aku tahu dia tidak ingin dipaksa apalagi ikut dengan senpai. Aku menatap tajam, yang kurasakan aku sangat marah melihat Tenten ditarik tarik paksa. Dengan berani aku berjalan mengahampiri mereka, tapi keburu ditahan oleh seseorang yang sangat kuat mencengkram bahuku. Aku menoleh, ku lihat Sasuke menatapku tajam. Di sampingnya ada Temari.


“Jangan ikut campur” kata Sasuke dingin. Aku ingin mengabaikan tapi dia menarikku menjauhi Tenten.


“Lepaskan dobe!” teriakku pada Sasuke. Temari masih mengekori kami dengan cemas. Sasuke menghempaskan ku ke depan di dalam ruang kelas.


“Jangan ikut dalam urusan mereka” kata Sasuke berusaha menghentikanku.


“Aku tidak peduli!” jawabku ingin kabur. Tapi Sasuke menghadangku.


“Egois sekali kau ini! Apa kau tidak kasian pada gadis itu? Kalau kau datang, malah membuat dia makin malu, dan kau mau hubungan kalian jadi canggung selamanya hah?” Jelas Sasuke. Aku masih emosi.


“Sudahlah kalian berdua jangan sampai kalian berdua yang bertengkar” Kata Temari menengahi.


“Dia ini bodoh! Harus dikasari baru bisa mengerti. Kalau kau menyukainya kenapa tidak dari dulu kau bilang?” Sasuke agak berteriak padaku. Aku langsung menyesal. Aku belum siap batinku. 


“Aaaarggghh!!!” Teriak ku frustasi.


“Tenang Sasuke! Naruto sudahlah. Seperti yang kau bilang kalau jodoh, kalian pasti bertemu. Tenang saja dia pasti bisa menyelesaikan sendiri masalahnya. Semangatlah!” ucap Temari menyemangati.


Hari ini saat kelulusan dan hari wisuda angkatan XXI, aku tahu dia seangkatanku tapi aku tidak melihatnya sama sekali. Yang seharusnya jadi hari bahagiaku, aku malah terlihat murung. Padahal ibu dan ayahku datang, Sakura sahabatku juga. Semua berbahagia untukku. Kemudian aku putuskan melupakan sebentar cerita cinta dalam diamku tapi tidak akan pernah lupa selamanya. Dia, dimanapun berada aku akan menemukannya.

.

.

“Tulips Apartemen nomor 201? Baiklah terima kasih, akan aku transfer uangnya”


“Moshi-moshi? Bisa kau carikan aku apartemen di daerah xxxx yang namanya Tulips apartemen? Aku ingin di nomor 200 atau 202. ….. Baiklah! Mohon bantuannya. Terima kasih”


Hehee~ apa aku terlihat sedikit seperti psikopat atau penguntit? Kau benar, tapi aku bukan kedua-duanya. Aku menyewa seorang detektif swasta untuk menemukan dimana Tenten tinggal. Maafkan aku karena melakukan ini, aku hanya penasaran. Aku tahu setelah dia lulus, ternyata ia pergi ke Korea Selatan untuk melanjutkan studinya dan ku dengar ia sudah putus dari Sasori senpai. Yes batinku! Saat ia di Korea Selatan aku tidak tahu aktivitasnya. Jadi aku menunggu sampai ia lulus dan kembali ke Jepang. Aku yakin dia pasti akan kembali.


Setelah itu aku mendengar dari Temari bahwa dia sudah kembali dan bekerja di perusahaan kecil. Aku kemudian menyewa detektif swasta, menyuruhnya mencari tempat tinggal Tenten. Setelah aku tahu, aku kemudian minta temanku yang lain mencarikan apartemen tempat tinggal Tenten dan kusuruh ia menyewa kamar 200 atau 202 yang kosong. Yang jelas harus bersebelahan dengan Tenten. Dan aku berhasil.


Aku bersiap pindah tepat saat Sakura pergi ke London tiba-tiba tanpa memberitahuku. Aku sudah pamit pada ayah dan ibu. Ibu sempat tidak setuju karena kami jadi jarang bertemu. Tapi aku yakinkan dia, aku akan mengunjunginya sesering yang aku bisa. Ibu setuju.


Aku telah sampai di depan pintu 202, nomor apartemenku. Aku melirik pintu di sampingku yang kebetulan berdekatan. Kemudian aku tersenyum, membuka kode apatemenku dan masuk ke dalam. Keesokan harinya, aku bermaksud keluar mencari udara segar. Tidak menyangka setelah 3 tahun tak bertemu, aku akhirnya melihat wajah itu. Wajah yang selalu aku idam-idamkan selama ini, yang membuatku bisa berada di sini. Setelah aku keluar dari apartemenku, ia berada di depan pintunya sepertinya ingin masuk ke dalam. Harapanku akhirnya menjadi kenyataan. Ia melihat ku terkejut. Rambutnya masih terlihat sama, dicepol dua. ‘Cantik!’ Batinku.


“Naruto???” kagetnya. “Kau tinggal di sini? Sejak kapan?” Tanyanya.


“Ah Tenten, aku baru saja pindah kemarin” Jawabku.


“Benarkah? Wow kebetulan sekali. Ini rumahku” Katanya menunjuk pintu di hadapannya.


“Sepertinya aku tidak bertanya” Kataku usil. Ia mendengus kesal.


“Lama tak kelihatan, kau tambah tinggi ternyata!” berarti dia memperhatikanku. Memang benar, aku bertambah tinggi 2 cm. Kini tinggiku 177 cm.


“Dan tampan, benarkan?” kataku pede.


“Wah kau tidak berubah. Masih tetap pede dan menyebalkan!” kami berdua kemudian mengobrol sebentar. Begitu seterusnya. Hari-hari kami lalui dengan mengobrol atau bertengkar, karena aku sangat suka menjahilinya. Aku senang. Sangat-sangat senang! Tapi lagi-lagi aku harus menemukan kenyataan pahit. 1 tahun berlalu aku masih merasa baik-baik saja saat itu. Tapi setelah Tenten mulai bekerja di NoteTV, aku mendengar rumor aneh. Aku sangat senang tentu saja karena Tenten bekerja pada bidang yang sama denganku, walau berbeda tempat kerja. Tapi lagi-lagi yang membuatku hampir menangis adalah, Tenten dirumorkan berkencan dengan salah satu bos di departemen produksi di kantornya. Lebih parahnya lagi, rumor itu mengatakan Tenten bisa masuk, bukan karena prestasinya, tapi karena bosnya yang membantu agar dia bisa bekerja di stasiun TV itu. Tentu saja aku tidak percaya, karena selama aku mengenalnya dan satu mata kuliah, dia sangat terkenal cerdas.


Makin hari aku makin merasa tidak nyaman dengan rumor yang beredar. Aku merasa marah sekaligus kesal karena selalu seperti ini, saat kami bertemu dia selalu dimiliki oleh oranglain. Selalu oranglain yang mencuri start, apakah Tenten memang bukan jodohku? Apa aku harus menyerah saja? Setelah itu aku putuskan untuk tidak mendekati Tenten seperti biasa. Saat bertemu aku menyapa seadanya. Tidak ada obrolan yang terlalu sering.


Sampai pada saat aku tanpa sengaja melihat dari kejauhan, Tenten sedang kesal pada mobilnya yang berada di pinggir jalan. Aku iseng menghampiri, siapa tahu dia sedang kesulitan. Bukan maksudku modus, hanya saja aku tidak bisa membiarkan dia seperti itu. Anggap saja sekedar teman yang hanya ingin membantu. Aku hentikan mobil di belakang mobilnya, ia melihatku keluar.


“Oh, kau Naruto?”


“Ada apa?” Tanyaku.


“Mobilku tiba-tiba mogok. Tidak pernah dia secerewet ini” aku melihat raut wajahnya kesal memandangi mobil mira e:s nya yang tak bernyawa. Ya memang tidak.


“Aku akan menghubungi mobil derek. Kau tunggulah sebentar” Aku dengan sigap langsung menghubungi layanan mobil Derek yang nomornya memang selalu standby dalam hapeku. Selang beberapa lama mereka datang. Aku kemudian meminta mereka menuju bengkel kenalanku. Kami mengikuti mereka dengan Tenten yang berada di dalam mobilku. Lalu aku berbicara dengan pihak bengkel, karena Tenten tidak mengerti dengan hal-hal yang seperti ini. Ia hanya mendengarkan. Setelah itu aku menawarinya tumpangan pulang.


“Terima kasih Naruto jika tidak ada kau mungkin aku masih luntang-lantung tidak tahu harus berbuat apa” katanya.


“Ah tidak masalah. Aku senang membantu. Kau masuklah.” Kataku pada Tenten. Ia mengangguk. Kami berdua bersamaan masuk ke dalam apartemen masing-masing.


Setelah beberapa hari insiden itu terjadi, aku mendengar bahwa rumor yang selama ini aku salah pahami, ternyata tidak benar. Tenten tidak pernah berpacaran dengan Direktur Kreatifnya, Rock Lee ataupun menerima perlakuan khusus. Ia bekerja di sana memang benar-benar atas usaha sendiri. Aku menyesal seperti orang bodoh, karena tidak bertanya sendiri pada Tenten. Aku tidak berani bertanya, takut merasa canggung. Aku putuskan untuk benar-benar serius kali ini, mendekatinya tanpa perasaan diam-diam lagi, aku serius menunjukkannya dengan caraku sendiri pastinya. Aku tidak mau melepaskan Tenten lagi. Tidak akan!


Pertama-tama aku menantangnya. Aku tahu ia sangat suka sekali tantangan. Aku menantangnya membuat variety show atas ide serta konsep yang masing-masing kami buat, kebetulan TV kami dan stasiun TVnya bersaing ketat dan kami sama-sama berencana membuat variety show baru. Kesempatan yang hebat pikirku. Aku sekaligus memintanya bertaruh, aku memang menyebalkan dari dulu ku akui, jadi aku bilang padanya untuk meminta apa saja yang dia inginkan dariku, termasuk menjauhinya akan aku lakukan, jika aku yang kalah. Begitu juga sebaliknya, kalau dia yang kalah aku bisa meminta apapun yang sudah ku pikirkan jauh-jauh hari sebelum aku memintanya bertaruh. Aku sih pede saja akan menang darinya, bukannya aku sombong. Aku hanya terlalu yakin pada diriku sendiri. Karena ini kesempatan emas bagiku untuk mendapatkan dia.


Flashback End

.

.

“Narutoooooo!! Baka, ibu dan ayah mau pulang. Keluarlah” kejut ibu mengagetkan ku yang sedang mengingat momen-momen lama bersama Tenten. Aku kemudian bangkit berdiri menuju pintu dan membukanya.


“Ibu sudah memasukkan makanan-makanan ke kulkasmu. Kau jangan lupa menghangatkannya nanti ya dan maafkan ibu memperlakukanmu seperti itu tadi.” Sesal ibu padaku.


“Aku juga minta maaf bu sudah bersikap kekanankan” aku kemudian memeluknya. Ayah hanya melihat kami berdua sambil tersenyum. Memang begitulah kami berdua. Bertengkar sebentar, setelah itu langsung baikan. Kadang aku menyogoknya dengan uang agar dia berhenti memarahiku. Tentu saja dia senang. Tapi setelah itu aku disiksa lagi. Aku lalu melepaskan pelukan.


“Kalau begitu kami pulang ya?” Kata ibu padaku.


“Baiklah, hati-hati kalau begitu” balasku. Aku juga memeluk ayah setelah itu. Ayah berbisik padaku.


“Sampaikan salam ayah pada pujaan hatimu kkk” aku tersenyum. Tadi saat aku memperkenalkan Tenten pada mereka aku iseng berbisik mengatakan pada ayah bahwa Tenten adalah pujaan hatiku. Tentu saja tanpa diketahui ibu maupun Tenten aku berkata seperti itu.


“Sudah, ayo kita pergi” ajak Kushina menghentikan acara berpelukan kami. Aku kemudian melepaskan pelukannya.


“Baiklah ayah, sampai jumpa” mereka berdua kemudian pulang. Aku mengantarkan sampai bawah, sampai mereka hilang dari pandanganku. Setelah itu aku kembali menuju ke atas, apartemenku. Tidak ada lift di sini. Hanya ada tangga. Saat aku naik, aku lihat Tenten kesulitan membawa dua buah kantong plastik berisi sampah sepertinya. Aku lihat tangannya baik-baik saja sekarang. Aku menghampiriya, mengambil kedua plastik tersebut tiba-tiba yang sukses membuatnya terkejut. Sekarang jam 9 pagi. Aku terlambat bekerja. Tidak apa-apalah lagipula aku sudah sering terlambat.


“Ih apa-apaan sih kau ini? Sudah aku bisa sendiri” katanya. Tanpa menjawab aku langsung turun saja ke bawah mengantar kedua plastik ini. Ia otomatis mengikuti tanpa protes lagi. Aku kemudian bertanya padanya.


“Belum pergi bekerja?”


“Emm aku tidak masuk hari ini” Jawabnya singkat.


“Syukurlah!” jawabku. Kemudian ada aura-aura yang tidak enak. Aku otomatis menoleh padanya yang berada di belakang ku. Ia menatap tajam, lagi.


“Kenapa?” ku Tanya sok polos.


“Kau senang ya? Akhirnya aku tidak maksimal mempersiapkan variety baruku. Kau senang ya ada tanda-tanda menang??”


“Aku lebih senang kau memulihkan semangat dan tubuhmu itu. Agar nanti siap menerima permintaanku?”


“Apa?? K-kau apaan sih? Me-memang permintaanmu apa kalau kau menang? Pokoknya jangan bawa-bawa tubuh ya! Aku tidak mauuuuuuuuuuuuu!!! Dan aku akan menang!!!” teriaknya yang sukses membuat orang lewat terkejut. Aku hanya tertawa. Kami sudah sampai di depan apartemen sekarang yang memang tersedia tempat pembuangannya di dalam tong. Aku kemudian memilah milah, yang ternyata sudah dia bungkus rapi dan tulis, sampah apa saja yang perlu dibuang di sini. Aku memasukkan sampah-sampah tadi ke dalam tong sesuai yang tertulis di sana tanpa kesulitan. Dia menatapku entah apa yang dipikirkannya.


Aku selesai. Setelah itu kami berdua naik kembali ke atas. Tanpa pembicaraan, tanpa pertengkaran. Sesuatu yang jarang menurutku. Aku meliriknya, kemudian ia balik melirik.


“Apa yang kau lihat?” Tanyanya.


“Tidak ada” Jawab ku singkat. Ia kembali menatap ke depan. Aku tidak percaya bisa setenang ini bersamanya. Mungkin dia lelah bertengkar denganku. Memulai pembicaraan saja tidak, biasanya dia selalu mencerca ku saat aku memulai menjahilinya siih. Tapi, kali ini aku enggan. Aku sangat senang kadang seperti ini, kadang seperti yang biasa kami lakukan, bertengkar. Yang penting bersamanya, apapun yang kami lakukan aku selalu senang.


“Terima kasih” ucapnya saat kami tiba di depan pintu apartemen masing-masing. Dia kemudian ingin masuk tapi ku hentikan.


“Ten!”


“Ya?” Jawabnya sambil menatapku, aku juga menatapnya. Aku sangat ingin mengatakan sesuatu yang kutahan-tahan terus tiap bersamanya, tapi lidah ini selalu kelu tidak bisa mengeluarkan kata-kata itu. Belum saatnya mungkin. Aku kemudian mengatakan yang lain.


“Kalau butuh bantuanku bilang saja”


“Baiklah” jawabnya singkat.

.

.

Normal POV


Naruto dan Sasuke saat ini sedang berada di sebuah restoran yang kemarin ia kunjungi. Ini adalah jam makan siang. Naruto ingin sekali menyantap ramen. Ia ketagihan. Sedangkan Sasuke yang duduk di sebelahnya memesan udon dan tempura. Sambil menunggu makanan datang, mereka berdua kemudian berbincang yang tidak terlalu penting-penting amat. Beberapa saat kemudian, Temari datang bersama Karin. Mereka kemudian duduk bersebelahan, berhadapan dengan kedua lelaki tampan ini.


“Eh kita seperti kencan buta yah?” ucap Karin.


“Heeheee…” Temari hanya tertawa palsu. Naruto melirik Temari sambil bergumam gumam ‘kenapa kau bawa dia juga?’


‘maaf maaf! Dia sendiri yang mau ikut’ ucap Temari tanpa mengeluarkan suara. Naruto kemudian melirik Sasuke yang berada di sebelahnya tidak ada respon masih sibuk mengutak atik handphonenya. Karin masih sibuk melihat-lihat menu.


“Kau mau pesan apa Temari?” Tanya Karin.


“Aaah?? Ini saja okonomiyaki.” Jawab Temari.


“Kalau begitu, aku salad saja” ucap Karin


“Tumben! Kau yakin tidak kelaparan makan salad saja? Tadi katanya laparrr sekali” ucap Temari.


“Oh, aku lagi program diet” Jawab Karin. Naruto dan Temari saling tatap. Sasuke? Cuek. 


“Oya Sasuke-kun kau sudah pesan?” Tanya Karin sok lembut.


“Sudah” Jawab Sasuke singkat. Sepertinya Karin menyukai Sasuke. Kemudian ia bertanya lagi.


“Sasuke-kun makanan kesukaanmu apa?” belum sempat Sasuke menjawab, dua orang manusia berbeda gender masuk ke dalam restoran.


“Narutoooooo~” Yang dipanggil auto menoleh ke arah pintu masuk. Hinata berlari menuju Naruto meninggalkan Kiba sendirian. Kiba hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah bucin temannya. Hinata kemudian mengambil kursi di meja lain kemudian dia taruh dekat Naruto.


“Kiba kau ambil kursi di sana dan duduk di situ ya!” Tunjuk Hinata ke arah depannya antara Sasuke dan Karin. Kiba mengikuti perintah. Temari dan Karin kebingungan. Sasuke cuek. Hinata mulai meracau.


“Narutooo~ terima kasih sudah mau menolong Tenten ya. Kalau tidak ada kau mungkin dia? Ah aku tidak sanggup! Penjahat itu benar-benar membuatku marah!!!”


“Sstt pelankan suaramu Hinata” sergah Kiba! Naruto hanya tertawa-tawa saja.


“Iya, siapa sih gadis ini datang-datang main ribut saja?” Temari ikut menimpali.


“Diam kau Kiba!! Dan kau, ah terserahlah! Eh, Naruto jangan ketawa-ketawa aja deeh~ Jawab dong rasa terima kasihku” pinta Hinata.


“Haha iya iya. Aku senang membantu” jawab Naruto


“Gitu dong~” ucap Hinata dengan nada manja.


“Memangnya Tenten kenapa?” Tanya Temari.


“Kalau ku bilang memangnya kau kenal siapa itu Tenten?” Tanya Hinata jutek.


“Tentu saja aku kenal Tenten, aku kan satu mata kuliah dulu bareng Naruto dan dia” terang Temari.


“Benarkah? Aah.. aku tidak tahu.” Kata Hinata.


“Memangnya kau belum dengar ya Temari, aksi heroik Naruto yang menyelamatkan Tenten?” Tiba-tiba Sasuke buka suara, kemudian melanjutkan. “Eh! kau jelaskan padanya!” tunjuk Sasuke pada Hinata. Hinata cengo’ kemudian menjelaskan pada Temari apa yang sebenarnya terjadi, tentang penjahat yang ingin mencuri, sampai Tenten yang hampir dilecehkan, sampai Naruto datang menyelamatkannya dan lain-lain. Yang lain hanya mendengarkan, termasuk Karin. ‘yah pasti tersebar deh di kantor!’ batin Naruto sambil melirik Karin si biang gosip.


“Waaah Naruto hebat juga. Bisa nih aku jadikan pacar yang bisa melindungiku 24 jam!” Kata Temari pede entah mengolok Naruto atau apa. 


“E-Eeeh tidak bisa! Naruto hanya milikku!” Timpal Hinata cepat kemudian memegang lengannya. Naruto hanya tertawa. Kemudian pesanan mereka berempat datang.


“Hoi pesanan datang tuh. Kalian tidak pesan?” Tanya Naruto pada Hinata dan Kiba.


“Eh Kiba Baka, pesan dong seperti biasa!” perintah Hinata. Kiba hanya menurut.


“Oke. Tolong zenzai dan steak dendengnya”

.

.


“Sampai ketemu lagi Narutooooo~” teriak Hinata sambil ia lambai-lambaikan tangannya. Orang di sampingnya 100% heran. Tidak menyangka kalau dengan Naruto, Hinata jadi jinak. Ia pandangi terus Hinata dengan tatapan aneh. Hinata masih mendongak-dongakkan kepalanya melihat Naruto dan Sasuke sudah melaju duluan, diikuti Temari dan Karin di belakang. Karena mereka sepertinya jalan masing-masing tadi.


“Apa lihat-lihat???” tanyanya kasar pada Kiba.


“Kenapa kalau sama Naruto kau baik sekali? Sama kami kau selalu marah-marah!” Tanya Kiba pada Hinata sambil mereka berdua berjalan kaki kembali ke mobil, karena mobil mereka agak jauh dari restoran.


“Karena Naruto tampan dan baik hati heheee~” jawab Hinata.


“Kau suka dia ya?” Tanya Kiba.


“Tentu saja!” Jawab Hinata tanpa ragu sedikitpun.


“Kau tidak lihat kamera ku ya, yang ku pasang di atas lemari? Itu merekam 24 jam tahu! Bohong kalau kau tak lihat, jelas-jelas kau ada di sana saatku buka. Waktu hidup lampu kau lihat kan ekspresi Naruto terekam sangat jelas, ia sangat mengkhawatirkan Tenten. Aku tebak dia pasti menyukai Tenten. Terus kok bisa dia ada di sana? Apa Tenten hubungi dia? Kalau benar pasti mereka berdua berhubungan, kalau tidak. Kenapa dia tidak menghubungimu atau menghubungiku. Apa mereka berdua pacaran ya?” terka Kiba


“Cerewett!!!” timpuk Hinata menggunakan dompetnya tepat di belakang kepala Kiba.


“Aaaww Itaaaii!” Sambil Kiba usap-usapkan tangannya ke kepala. “Kok aku dipukul siiiih?”


“Jangan campuri urusan orang!!” omel Hinata.


“Aku kasihan padamu Hinata! Kalau benar mereka berdua pacaran, terus kau gimana?? Masa’ gara-gara cowok persahabatanmu bakal hancur dengan Tenten!”


“Apaan sih kau Kiba? Jangan sok mengkhawatirkanku deeeeh.. Ih jangan-jangan kau suka lagi padaku!” Tebak Hinata. Lalu melanjutkan “Tidak, tidak aku tidak bisa! Aku sudah punya tambatan hati” tegasnya pede!


“Maaf yah aku sudah punya” Jawab Kiba terlalu santai. Hinata ingin menimpuknya, tapi ia keburu lari. Ia malu jika harus mengejar ngejarnya, jadi dia biarkan saja Kiba kabur duluan ke mobil.


“Bakaa Kibaa Bakaaa!!!” teriak Hinata kesal.


“Persahabatanku dengan Tenten tidak akan hancur, bodoh!” Gumamnya setengah tersenyum.


To be Continue


Pic. From Google

Tidak ada komentar:

Posting Komentar