Sabtu, 14 Desember 2019

Cinta Yang Kreatif : Chapter 6

“Dasarr cabuuuuuuuuuuul!!!!!!!” Teriakku pada Naruto. Aku hanya berteriak tidak berani bergerak dari tempatku sekarang. Aku mulai menangis seperti anak kecil. Naruto cengo’ mungkin dia belum pernah melihat wanita cantik sepertiku menangis.

“Huuuuaaaa.. su-sudah ku duga huaaaa…” Mampuslah aku habis ini. Kelemahanku terlihat, pasti Naruto senang karena mendapatkan bahan olokan. Aku tidak peduli lagi karena aku sangat sakit hati padanya.

“K-kau melakukan yang tak se-senonoh padaku huaaaa…!” aku menangis kencang sekali aku tidak tahan lagi. Naruto masih menatapku cengo’

“K-kau kerjasama kan? De-dengan penja- .hiks.hiks. hat itu?” aku menangis sesegukan.

“Sstt apa sih maksudmu? Berhenti menangis. Aku tidak sejahat itu” Naruto mulai mendekatiku hendak mengusap airmataku. Aku menepis tangannya.

“Huaaa aku tidak percaya huaaaaaa..” tangisku masih berlanjut.

“Dengar dulu penjelasanku cepoool” Naruto menenangkanku, tapi aku masih tetap menangis. Ia melanjutkan.

“Aku membawamu ke apartemenku ini bukan bermaksud melecehkanmu. Tadi malam kau terlihat pulas sekali, jadi aku tidak tega membangunkanmu. Kemudian aku menggendongmu  mau menuju apartemenmu tapi aku tidak tahu kodenya, terus daripada tanganku pegal mending aku bawa saja kamu ke sini. Aku tegaskan sekali lagi aku bukan orang jahat” jelas Naruto. Aku mulai berhenti menangis, tapi masih agak sesegukan.

“Kau masih tidak percaya padaku? Coba ikut aku” ajak Naruto kemudian ingin memegang tanganku. Lagi-lagi aku menepis. Aku tidak mau keluar dari selimut ini karena aku merasa tidak memakai apa-apa. Pakaianku tidak tahu dia buat kemana. Kemudian dia tahu sepertinya aku takut untuk keluar dari selimut ini.

“Astaga! Keras kepala sekali sih Nona ini!” Naruto kemudian menarik selimut yang melilit di tubuhku. Aku berteriak ketakutan. Kami berdua sekarang sedang tarik-tarikan selimut, berakhir dengan Naruto pemenangnya. Aku memejamkan mata sambil kedua tanganku ku lipat ke depan dada. Aku takut melihat kenyataan yang menyakitkan.

“Buka matamu, tidak apa-apa” Kata Naruto. Aku menurut. Kemudian aku perlahan melihat ke bawah. Aku terkejut karena masih memakai celana jeansku. Setelah itu kularikan pandangan ke atasnya lagi. Aku ternyata masih memakai baju dalam.

“Lihatkan? kau masih menggunakan tanktopmu itu.” Aku ingin bertanya ‘terus kau kemanakan bajuku?’ tapi ia duluan menjawab tanpaku tanya.

“Dan bajumu? Ingat tidak apa yang kau lakukan tadi malam?” aku berusaha mengingat, tapi lagi-lagi aku lupa apa yang terjadi atau memang tidak tahu.

“Kau mengigau seperti orang mabuk, dengan mata terpejam kau meminta minum. Aku pikir serius kau sudah bangun. Aku memberikanmu minum, tapi bukannya minum kau malah menumpahkannya tepat ke bajumu. Dan lagi untung kau pakai tanktop jadi aku buka saja kemejamumu. Hanya kemejamu aku serius.” Jelas Naruto bersuer suer ria. Yah itu memang kebiasaanku sih, dulu waktu kecil ibuku juga sering berkata demikian. Kalau aku mulai mengigau aku akan kesana-kemari seperti orang mabuk. Kelihatan aneh sih, tapi begitulah adanya. Kali ini aku mulai percaya.

“Terus tadi malam bagaimana bisa kau ada di kantorku? Sok pahlawan lagi!” Tanya ku sarkastik.

“Hhmm itu aku hanya khawatir karena temanku berkata bakal ada pemadaman di wilayah itu, jadi aku ingat kau kan sedang lembur. Karena aku tidak mau terjadi apa-apa padamu jadi aku nekat saja pergi. Terus benar kan? Ternyata ada yang ingin berbuat jahat padamu” jelas Naruto lagi.

“Kau yakin bukan komplotannya?” Tanyaku lagi. Sambil mengusap ingusku yang sedikit keluar.

“Tentu saja bukan! Apa kau gila? Untuk apa aku melakukan hal-hal seperti itu?”

“Siapa tahu untuk mendapat simpati dariku mungkin. Ah, atau mau mengerjai aku lagi ya seperti terakhir kali agar otakku benar-benar rusak. Ooh aku ingat jangan-jangan minuman yang kau berikan padaku ada obat tidurnya. Terus kau sengaja berikan padaku, terus aku bakal diapa-apain oleh mu gitu? Terus….”

“Heeeeiiii.. berhenti mencurigaiku terus kenapa sih kau tidak percaya padaku. Bukannya kita kenal sudah 7 tahun ya?”

“Iya kenalnya 7 tahun tapi untuk mengetahui kau jahat atau tidak, butuh 100 tahun! Aku saja tidak akrab denganmu kok!” Naruto mendekat ke arah ku yang masih berada di atas kasur. Aku terkejut. Tiba-tiba saja dia menarik tanganku agar mendekat padanya. Karena ditarik, otomatis badanku ikut maju ke arahnya. Aku tercekat, menatap ke matanya langsung sedekat ini aku belum pernah. 

“Ayo akrabkan diri mulai sekarang!” Kata Naruto dengan senyuman khasnya yang makin hari makin menawan. Hush ada apa sih denganku. Tidak! Tidak! aku tidak boleh luluh padanya.

Aku kemudian menjauhkan diri darinya. Meninggalkan dia yang masih duduk di kasur.

‘Dasar psikopat’ gumamku. Ia juga mulai berdiri. Dapatku lihat ia tersenyum-senyum melihat diriku yang salah tingkah. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Sekarang aku masih berdiri, tanpa memakai baju pastinya karena aku tidak tahu ia menaruh kemejaku dimana.
Ia kemudian keluar dari kamar. Aku ingin ikut keluar tapi aku malu melangkah. Takut terlihat salah tingkah, aku putuskan untuk ikut saja dia keluar.

Yang pertama ku lihat adalah sofa tempat ku hari itu berbaring lebih tepatnya pingsan karena ulah Naruto. Aku lihat bantal serta selimut yang bertengger di atasnya. Ternyata yang Naruto ingin perlihatkan padaku adalah ini, bukti bahwa ia memang tidak melecehkanku. Ternyata ia tidur di sofa ini, mana kita tahu kan’ ku katakan dalam hati. Siapa tahu ini modusnya. Kemudian aku lihat dia ternyata mengembalikan pakaianku dan menghampiriku yang masih berdiri di depan pintu kamarnya.

“Nih sudah kering” ucapnya. Kuambil lalu kupakai kemeja ini di depannya.

“Terima kasih. Mana tas dan jaketku?” tanyaku jutek.

“Tidak mau minum kopi dulu?” Tanyanya basa-basi.

“Tidaaaaaakk” ucapku tegas kemudian mengambil sendiri tas dan jaket yang tadi dia tunjuk keberadaan.

Ting.tong..

Pintu depan berbunyi. Aku terkejut. Siapa yang datang? Bisa-bisa orang salah paham melihat ku pagi-pagi di sini. Naruto ingin menghampiri pintu, tapi buru-buru ku tahan.

“Eh eeh tunggu” bisikku padanya kemudian melanjutkan, “Aku bagaimana?” tanyaku masih berbisik.

“Apanya?” tanyanya santai. “Tenanglah di sini dulu. Jangan kemana mana oke?” Naruto kemudian meninggalkanku yang masih panik. Aku ingin sembunyi tapi nanti terlihat aneh, karena apa pentingnya aku bersembunyi dari seseorang yang entah itu siapa. Aku positif thinking berdoa mudah-mudahan yang di depan adalah kurir. Aku kemudian kembali menuju sofa, dan duduk di sana. Daripada tidak ada kerjaan, aku pura-pura sibuk dengan melipat selimut yang ada di hadapanku sambil berharap-harap cemas.

“Kenapa pagi-pagi datang ke sini sih?” dapat ku dengar Naruto mengomel di depan entah dengan siapa, tapi aku yakin mereka akan datang. Mampus aku, batinku.

Yang ku lihat pertama kali adalah Naruto, kemudian diikuti dengan wanita mungkin berumur 40an tahun yang masih terlihat cantik dan awet muda dengan rambut merahnya. Setelah itu, aku melihat warna rambut yang mirip dengan Naruto. Kuning. Aku berdiri. Dua orang yang tidak ku kenali terkejut melihatku. Aku menelan ludah. Kemudian membungkukkan badanku tanda hormat. Ku tebak mereka berdua ini adalah ayah dan ibu Naruto, karena terlihat mirip.

“Oh-ohayou go-gozaimasu” sapaku terbata. Tumben sekali aku terbata bata tidak seperti biasanya. Mereka masih bengong menatapku. Mungkin wajahku aneh dan bengkak. Maklum saja aku tadi habis menangis dan belum cuci muka.

“Ohayou” kata kedua orang tua di depanku bersamaan.

“Oya cepol mereka ini adalah orangtua ku. Ayah ibu, ini Tenten. Ststststs” Aku tidak yakin apa yang Naruto bisikan diakhir kepada ayahnya. Awas saja dia berkata yang macam-macam.
“Ka-kalau begitu silahkan duduk” jawabku seperti tuan rumah saja. “Oya Naruto, aku pergi” kata ku lagi. Aku kemudian ingin keluar tapi ditahan oleh Naruto. Ia menghampiriku, aku menatapnya tak suka.

“Makanlah sebentar di sini. Ibuku membawakan sarapan” katanya kepadaku. Aku diam saja sambil menatap tajam Naruto yang sempat-sempatnya tersenyum di situasi canggung ini.

“Ya benar, ayo kita sarapan sama-sama” kata ayah Naruto. Ibunya hanya cengo’menatap suaminya.

“Ah tidak apa-apa aku sarapan di rumah saja” kataku kepada ayahnya.

“Tapi kau pasti tidak sempat nanti. Kalau begitu sebentar” apa lagi yang akan Naruto lakukan. Kali ini ia menghampiri ibunya.

“Ibu aku ambil ini ya?” Pinta Naruto pada ibunya. Ia mengambil satu rantang yang aku tidak tahu apa isinya dari tangan ibunya kemudian kembali menghampiriku.

“Ini!” kali ini aku yang cengo’. Ia memaksaku mengambil makanan yang ada di rantang ini. Aku menolak tapi berkali-kali Naruto memaksa, begitupula ayahnya. Karena aku sangat tidak enak kepada mereka dan daripada aku berlama-lama lagi di sini, aku terpaksa mengambilnya.

“Baiklah baiklah aku ambil” kataku malas.

“Kalau begitu aku pergi dulu. Terima kasih.” Ucapku pada orangtua Naruto, tidak lupa aku membungkukan kepala ku berkali-kali. Setelah itu aku pergi diantar oleh Naruto.

“Nanti kita pergi bareng ya? Mobilmu kan masih di sana” Ajak Naruto. Aku ingat, mobil ku masih terparkir rapi di parkiran kantor.

“Tidak usah. Terima kasih. Aku akan hubungi Hinata” Jawabku cepat.

“Kau yakin tidak mau kuantar?” Tanya Naruto sekali lagi.

“Sangat-sangat yakin!” jawab ku tegas.

“Dasar keras kepala!!” lagi-lagi ia menyentuh pucuk kepalaku lembut. Aku membiarkannya entah mengapa, mungkin karena rasa terima kasih sudah memberikan ku sarapan. 

“Baiklah sampai jumpa” kataku padanya.

“Sampai jumpa cepol” ucapnya balik. Kemudian aku keluar menuju apartemenku di sebelah.
.
.
Aku sudah selesai mandi. Ku buka ponselku yang sudahku cas.

Tung.tung.tung.tung.tung.

‘Astaga sms siapa ini? Pasti Hinata’ batinku.

*Tenten bagaimana keadaanmu? Maaf gara-gara aku kau lembur, kau jadi kena imbasnya. Aku nyesal memberi tugas itu padamu TT tolong balaaas*

*Woi sudah bangun belum? Aku khawatir. Hubungi kalau sudah bangun*

*Ih gak aktif lagi nomornya. Udah bangun belum sih?*

*Tenten-chan aku sudah dengar kabar. Apa kau baik-baik saja? Penjahat itu sudah diringkus, ternyata dia ingin mencuri dari kantor kita. Kami juga sudah melihat cctvnya walau tidak jelas, tapi kami tahu dia diam-diam mendekatimu. Sebaiknya kau ijin saja hari ini. Aku memberikan ijin karena khawatir*

*Maaf sudah meninggalkanmu tadi malam. Ah penjahat itu merepotkan!*

“Wah ternyata mereka bisa mengkhawatirkanku juga ya?” kataku kemudian menghubungi Hinata.

“Moshi-moshi. Hinata?.......Aah sudahlah jangan lebay. Itu bukan salahmu lagian aku sudah berjanji kan? Aku numpang kau ya hari ini?” tanyaku pada Hinata, sambil membuka penutup rantang yang diberikan Naruto tadi kemudian menspeaker ponselku.

“Tidak bisa! Kau istirahat saja mengerti? Lagian aku sudah di kantor dan bos mengijinkanmu istirahat di rumah. Ah kibaaaa apaan sih? Aku masih ngomong sama Tenten nih, baka! Pokoknya kau jangan membantah, oke? Sudah yah, Kiba mau berbicara padamu tapi aku larang. Oya nanti aku traktir sebagai permintaan maaf sampai jumpa. Iiish Kiba baka!!” tuut.tuuut… panggilan berakhir.

“yah apa boleh buat kalau Hinata berbicara. Lagian aku lelah sekali” ucapku pada diri sendiri kemudian melanjutkan sarapanku.
.
.
Normal POV

“Hei bodoh! Jelaskan pada ibu gadis itu siapa” dengan berkacak pinggang sambil masih memegang sendok sup, Kushina menghujani Naruto dengan pertanyaan yang sama terus menerus.

“Tenanglah Kushina, tunggu sampai Naruto selesai makan” bela Minato yang sedang melahap telur goreng yang dibuat Kushina.

“Tidak! Dia harus menjawabku sekarang” cerca Kushina.

“Astaga ibu tidak bisa tenang sedikit apah? Dia teman seatapku.” Terang Naruto.

“Apa? Jangan bercanda yah!” Kushina hendak memukul Naruto dengan benda yang ia pegang sekarang. Tapi urung, karena melihat Naruto yang siap menghindar.

“Ma-maksudku, kami satu apartemen bu. Eh, maksudnya tempat tinggalnya di sebelah”

“Ooh jadi kalian tetangga ya?” Tanya Minato penasaran.

“Benar sekali ayah 100!” Jawab Naruto antusias. Ibunya hanya geleng-geleng kepala.

“Terus? Kok bisa dia pagi-pagi di sini?” Tanya ibunya lagi.

“Apa kalian tidur bersama?” sergah Minato yang berhasil kena pukulan sendok sup dari Kushina tepat di kepalanya. Minato hanya meringis kesakitan.

“Pengennya sih begitu ayah, tapi ia terlalu galak untukku ajak tidur bersama” jawab Naruto kepalang santai.

“Seperti ibumu dong!” Ucap Minato lagi.

Tuk.tuk..

“Aww!!” Aduh kedua orang laki-laki yang berada di sana bersamaan.

“Ibu senang sekali sih menyiksa kami?” Protes Naruto. Minato hanya diam tidak berani protes seperti Naruto.

“Awas saja kau macam-macam yah! Kalau tidak..” ancam Kushina.

“Kalau tidak apa bu? Bukannya ibu ingin aku punya pacar dan segera menikah serta punya cucu dari anakmu ini?”

“Tapi bukan gadis itu orangnya, baka!” bentak Kushina.

“Terus siapa bu? Siapaaa??” Tanya Naruto yang sebenarnya tidak terlalu penasaran.

“Ibu ingin kau menikahi Sakura!” jawab ibunya langsung. Naruto cengo’ kemudian menjawab.

“Apa? Tidak bisa bu! Aku tidak mau. Dia itu teman masa kecilku dan aku tidak punya perasaan lebih padanya” jelas Naruto.

“Bakaaa!! Sakura itu cantik dan baik. Pintar memasak pula. Apa yang kurang dari dirinya bakaa?? Hilangkan perasaan teman masa kecil, maka kau akan menemukan perasaan lebih pada dirinya” terang Kushina lebih jelas.

“Aaargh aku tidak peduli. Pokoknya aku tidak mencintai Sakura titik!” ucap Naruto frustasi.

“Bakaaaa!! Kau ini bodoh atau apa sih? Jelas-jelas ada wanita di depanmu yang lebih tepat” kata ibunya lagi.

“Tentu saja ada bu, dan orangnya itu Tenten!” jawab Naruto tak kalah keras kepala.

“Maksudmu gadis yang tidur di rumahmu tadi, yang melengos pergi menolak makan bersama kita?” Tanya ibunya sarkastik.

“Ibu belum mengenalnya!” bentak Naruto.

“Melihat dari sikapnya yang menatapmu jijik seperti tadi, ibu rasa dia tidak menyukaimu!”

“Aku akan membuatnya menyukaiku bu!”

“Dengan cara apa? Kau saja tidak berpengalaman pacaran. Sudahlah tidak usah repot-repot mengejar gadis itu. Jelas-jelas ada yang menyukaimu!” ibunya bersikeras.

“Sakura maksud ibu? Ibu berhenti menjodohkanku! Aku bisa mengurusnya sendiri” Naruto semakin frustasi.

“Kau tidak bisa. Lihat saja, apa pernah kau membawa pacar ke rumah?!” Tanya Kushina dengan nada yang agak meninggi. Kali ini Naruto berdiri mengacak-acak rambutnya sendiri.

“Aaargh aku tidak peduli! Pokoknya aku akan membuktikan pada ibu bahwa aku bisa mendapatkan Tenten!” kemudian melengos meninggalkan dua orang yang ada di dapur menuju kamarnya, dan menutup serta mengunci pintunya.

“Baka!! Aku belum selesai berbicara. Buka pintunya!!” Ibunya menghampiri pintu itu, berusaha membukanya dari luar.

“Kushina sudahlah dia bukan anak kecil lagi” kata Minato berusaha menenangkan. Kushina menghampirinya.

“Kau selalu membelanya! Aku hanya ingin yang terbaik buatnya. Dan aku yakin itu Sakura. Gadis itu? Apa baiknya dia? Sikapnya saja sudah begitu, menatap anak kita penuh kebencian.” Kushina duduk di tempat Naruto tadi.

“Dari mana kau tahu?” Tanya Minato penasaran.

“Karena aku juga pernah menatap seseorang seperti itu dulu”

“Aaah maksudmu aku?” pancing Minato.

“Hhmm! sudah selesai makan kan? Sini! Aku bereskan!” Kushina kemudian berdiri mengambil mangkuk di depan Minato yang sebenarnya belum selesai menyantap sarapannya.

‘Kkkk kau mudah sekali ditebak. Kau hanya tidak ingin anakmu diperlakukan seperti kau memperlakukanku dulu’ batin Minato sambil tertawa dalam hati.
.
.
Naruto POV

Argh aku sangat kesal pada ibu. Ia terlalu berlebihan mencampuri urusanku. Aku menyukai Tenten tentu saja, bahkan mencintainya. Karena nona cepol dua adalah cinta pertamaku.

Flashback

Aku melirik orang di sampingku, ia tidak sadar sepertinya aku memperhatikannya terus dari kemarin saat pertama kali melihatnya masuk. Entah kenapa aku langsung terhipnotis, dia datang sendirian, mencari cari kursi yang tepat. Dia memakai sepertinya kaus oblong berwarna putih dibalut dengan jaket varsity berwarna merah maroon putih. Bawahannya ia pakai rok yang ku tahu sejenis dirndl skirt berwarna hitam di bawah lutut. Serta sneakers convers all star berwarna hitam. Tote bag yang melingkari lengan sebelah kanannya serta tangan kirinya yang memeluk beberapa buku tebal. Ditambah cepol duanya yang terlihat pas di wajahnya, menambah aura unik di dalam dirinya. Oh dia datang! Aku tidak yakin apa ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama. Ah, saat dia mulai mendekat detak jantungku tidak dapat behenti berdetak. Sangat cepat, sampai-sampai aku harus menahannya dengan tanganku. Baru kali ini kurasakan. Dia duduk tepat di depanku. Di sampingku ada Temari.

“Hei kau kenapa Naruto?” tanyanya kebingungan saat aku memegang dada agak sedikit ke sebelah kiri.

“Ah? Tidak apa-apa. Dadaku hanya sedikit sakit” Jawabku hampir jujur.

“Oh. Baiklah” jawabnya cuek sambil memainkan ponselnya kembali.

Kelas berakhir tanpa hambatan. Aku melihatnya buru-buru keluar. Padahal ingin berkenalan. ‘sayang sekali’ batinku. Hei! walau aku belum pernah berpacaran, aku bukan orang yang malu atau tidak berani berkenalan. Berkenalan hampir selalu ku lakukan, tapi untuk melakukan lebih dari itu, aku belum pernah memikirkannya, sama sekali.

Hari ini aku duduk di sampingnya, kali ini tidak ingin melewatkan acara perkenalan diriku padanya. Kelas telah berakhir, aku ingin mengenalkan diri tapi gagal lagi. Ia terlanjur berdiri dan pergi. Aku hanya dapat melihat punggungnya menjauhiku. Seminggu sudah berlalu, dan aku masih saja gagal. Bukannya tidak berani, hanya saja timingnya kurang pas. Ia tidak datang dua hari, sisanya? Karena ia cepat sekali pergi.

Hari ini aku bertekad benar-benar harus memperkenalkan diri. Saat aku masuk ke dalam kelas, aku sudah melihatnya duduk di sana sendirian. Di pojok kiri dekat jendela. Aku menghampirinya yang sedang melihat keluar jendela.

“Hei boleh aku duduk di sini” Ijinku. Ia menoleh. Aku akui dia sangat cantik dengan cepolnya.

“Silahkan” katanya sedikit tersenyum. Jantung ku kembali berpacu. Aku duduk dan memberanikan diri berkenalan.

“Perkenalkan aku Naruto.” Aku mengulurkan tangan, ia menyambut hangat tanganku “Tenten, hanya Tenten!” oh God! Dia tersenyum, sangat manis batinku. Setelah itu aku mulai sering duduk di sampingnya meninggalkan Temari yang terheran heran sejak kapan aku mendapatkan teman baru. Kami juga kadang mengobrol, hanya obrolan biasa. Begitu seterusnya.

“Hei Ten! Punya pulpen lebih tidak?” tanyaku padanya. Kami sedang mengikuti kelas. Ia buru-buru mengeluarkan pulpennya yang lain dan memberikannya padaku.

“Terima kasih” ucapku 

“Eemm” jawabnya singkat sambil ia teruskan mencatat.

“Ten pinjam pulpen”, “Duh pulpenku macet nih”, “Ada pulpen?”, “Bisa pinjam pulpen tidak?” aku sadar telah menyusahkannya tiap saat. Aku sebenarnya sengaja melakukan ini, selain aku suka iseng, aku juga pencari perhatian. Terlebih kepadanya.

“Ini!”

“Apa ini?” Tanyaku. Aku kemudian membukanya. Tempat pulpen seperti punya wanita, di dalamnya banyak sekali berbagai jenis pulpen. Aku kemudian memandangnya penuh tanya.

“Jangan pinjam padaku lagi oke? Dan jangan hilangkan juga. Kalau sudah tidak butuh, kembalikan lagi padaku, kau mengerti?” tegas Tenten. Aku hanya mengangguk tidak menyangka ia menghentikan keisenganku dengan telak.

2 bulan telah berlalu. Aku sangat senang berada di dekat Tenten. Kadang aku dengan puas menatap wajahnya walau ia tidak sadar. Akhir-akhir ini Tenten terlihat sangat sumringah, entah apa yang terjadi padanya. Ia sering sekali tersenyum sendiri seperti orang gila. Tapi aku tetap menyukainya, terlihat lucu malah. Kelas berakhir, Tenten bergegas merapikan barang-barangnya.

“Tenten-chan!!” Aku menoleh ke arah suara ngebas. Pemilik suara itu melambaikan tangannya ke arah Tenten, Tenten balik melambai dengan ceria. Setelah selesai merapikan barangnya, Tenten menghampiri laki-laki tersebut. Kemudian sesuatu yang membuatku sakit mata melihatnya sekaligus sakit hati adalah, Tenten menggandeng tangan laki-laki itu. Ia tidak mirip Tenten, dan wajahnya juga seumuran. Aku menduga bahwa orang itu pastilah kekasihnya. Aku menangis dalam hati sejadi-jadinya. Aku sangat murung. Berbeda sekali saat pertama kali aku melihat Tenten. Temari kemudian datang menghampiriku.

“Eh kau sudah tahu belum?” Tanya Temari yang langsung duduk di sampingku. Aku tidak tertarik bertanya.

“Katanya Tenten sama Sasori senpai pacaran loooh. Kau tidak sakit hati?” Aku kaget, Temari bisa tahu perasaanku. Tapi aku malas menjawab pertanyaannya. Aku kemudian pergi diikuti Temari yang masih penasaran akan jawabanku.

Setelah itu aku putuskan untuk tetap menyukainya, walaupun hanya dalam diam. Melihatnya saja aku sudah senang. Yah nikmati sajalah perasaan ini yang entah sampai kapan berhenti.

To be continue..

Sepertinya Naruto bucin ya? Wkwk
Sudah tahu kan perasaan Naruto yang sebenarnya? Hehe

Bonus Pic. From Google

Tidak ada komentar:

Posting Komentar