Sabtu, 14 Desember 2019

Cinta Yang Kreatif : Chapter 6

“Dasarr cabuuuuuuuuuuul!!!!!!!” Teriakku pada Naruto. Aku hanya berteriak tidak berani bergerak dari tempatku sekarang. Aku mulai menangis seperti anak kecil. Naruto cengo’ mungkin dia belum pernah melihat wanita cantik sepertiku menangis.

“Huuuuaaaa.. su-sudah ku duga huaaaa…” Mampuslah aku habis ini. Kelemahanku terlihat, pasti Naruto senang karena mendapatkan bahan olokan. Aku tidak peduli lagi karena aku sangat sakit hati padanya.

“K-kau melakukan yang tak se-senonoh padaku huaaaa…!” aku menangis kencang sekali aku tidak tahan lagi. Naruto masih menatapku cengo’

“K-kau kerjasama kan? De-dengan penja- .hiks.hiks. hat itu?” aku menangis sesegukan.

“Sstt apa sih maksudmu? Berhenti menangis. Aku tidak sejahat itu” Naruto mulai mendekatiku hendak mengusap airmataku. Aku menepis tangannya.

“Huaaa aku tidak percaya huaaaaaa..” tangisku masih berlanjut.

“Dengar dulu penjelasanku cepoool” Naruto menenangkanku, tapi aku masih tetap menangis. Ia melanjutkan.

“Aku membawamu ke apartemenku ini bukan bermaksud melecehkanmu. Tadi malam kau terlihat pulas sekali, jadi aku tidak tega membangunkanmu. Kemudian aku menggendongmu  mau menuju apartemenmu tapi aku tidak tahu kodenya, terus daripada tanganku pegal mending aku bawa saja kamu ke sini. Aku tegaskan sekali lagi aku bukan orang jahat” jelas Naruto. Aku mulai berhenti menangis, tapi masih agak sesegukan.

“Kau masih tidak percaya padaku? Coba ikut aku” ajak Naruto kemudian ingin memegang tanganku. Lagi-lagi aku menepis. Aku tidak mau keluar dari selimut ini karena aku merasa tidak memakai apa-apa. Pakaianku tidak tahu dia buat kemana. Kemudian dia tahu sepertinya aku takut untuk keluar dari selimut ini.

“Astaga! Keras kepala sekali sih Nona ini!” Naruto kemudian menarik selimut yang melilit di tubuhku. Aku berteriak ketakutan. Kami berdua sekarang sedang tarik-tarikan selimut, berakhir dengan Naruto pemenangnya. Aku memejamkan mata sambil kedua tanganku ku lipat ke depan dada. Aku takut melihat kenyataan yang menyakitkan.

“Buka matamu, tidak apa-apa” Kata Naruto. Aku menurut. Kemudian aku perlahan melihat ke bawah. Aku terkejut karena masih memakai celana jeansku. Setelah itu kularikan pandangan ke atasnya lagi. Aku ternyata masih memakai baju dalam.

“Lihatkan? kau masih menggunakan tanktopmu itu.” Aku ingin bertanya ‘terus kau kemanakan bajuku?’ tapi ia duluan menjawab tanpaku tanya.

“Dan bajumu? Ingat tidak apa yang kau lakukan tadi malam?” aku berusaha mengingat, tapi lagi-lagi aku lupa apa yang terjadi atau memang tidak tahu.

“Kau mengigau seperti orang mabuk, dengan mata terpejam kau meminta minum. Aku pikir serius kau sudah bangun. Aku memberikanmu minum, tapi bukannya minum kau malah menumpahkannya tepat ke bajumu. Dan lagi untung kau pakai tanktop jadi aku buka saja kemejamumu. Hanya kemejamu aku serius.” Jelas Naruto bersuer suer ria. Yah itu memang kebiasaanku sih, dulu waktu kecil ibuku juga sering berkata demikian. Kalau aku mulai mengigau aku akan kesana-kemari seperti orang mabuk. Kelihatan aneh sih, tapi begitulah adanya. Kali ini aku mulai percaya.

“Terus tadi malam bagaimana bisa kau ada di kantorku? Sok pahlawan lagi!” Tanya ku sarkastik.

“Hhmm itu aku hanya khawatir karena temanku berkata bakal ada pemadaman di wilayah itu, jadi aku ingat kau kan sedang lembur. Karena aku tidak mau terjadi apa-apa padamu jadi aku nekat saja pergi. Terus benar kan? Ternyata ada yang ingin berbuat jahat padamu” jelas Naruto lagi.

“Kau yakin bukan komplotannya?” Tanyaku lagi. Sambil mengusap ingusku yang sedikit keluar.

“Tentu saja bukan! Apa kau gila? Untuk apa aku melakukan hal-hal seperti itu?”

“Siapa tahu untuk mendapat simpati dariku mungkin. Ah, atau mau mengerjai aku lagi ya seperti terakhir kali agar otakku benar-benar rusak. Ooh aku ingat jangan-jangan minuman yang kau berikan padaku ada obat tidurnya. Terus kau sengaja berikan padaku, terus aku bakal diapa-apain oleh mu gitu? Terus….”

“Heeeeiiii.. berhenti mencurigaiku terus kenapa sih kau tidak percaya padaku. Bukannya kita kenal sudah 7 tahun ya?”

“Iya kenalnya 7 tahun tapi untuk mengetahui kau jahat atau tidak, butuh 100 tahun! Aku saja tidak akrab denganmu kok!” Naruto mendekat ke arah ku yang masih berada di atas kasur. Aku terkejut. Tiba-tiba saja dia menarik tanganku agar mendekat padanya. Karena ditarik, otomatis badanku ikut maju ke arahnya. Aku tercekat, menatap ke matanya langsung sedekat ini aku belum pernah. 

“Ayo akrabkan diri mulai sekarang!” Kata Naruto dengan senyuman khasnya yang makin hari makin menawan. Hush ada apa sih denganku. Tidak! Tidak! aku tidak boleh luluh padanya.

Aku kemudian menjauhkan diri darinya. Meninggalkan dia yang masih duduk di kasur.

‘Dasar psikopat’ gumamku. Ia juga mulai berdiri. Dapatku lihat ia tersenyum-senyum melihat diriku yang salah tingkah. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Sekarang aku masih berdiri, tanpa memakai baju pastinya karena aku tidak tahu ia menaruh kemejaku dimana.
Ia kemudian keluar dari kamar. Aku ingin ikut keluar tapi aku malu melangkah. Takut terlihat salah tingkah, aku putuskan untuk ikut saja dia keluar.

Yang pertama ku lihat adalah sofa tempat ku hari itu berbaring lebih tepatnya pingsan karena ulah Naruto. Aku lihat bantal serta selimut yang bertengger di atasnya. Ternyata yang Naruto ingin perlihatkan padaku adalah ini, bukti bahwa ia memang tidak melecehkanku. Ternyata ia tidur di sofa ini, mana kita tahu kan’ ku katakan dalam hati. Siapa tahu ini modusnya. Kemudian aku lihat dia ternyata mengembalikan pakaianku dan menghampiriku yang masih berdiri di depan pintu kamarnya.

“Nih sudah kering” ucapnya. Kuambil lalu kupakai kemeja ini di depannya.

“Terima kasih. Mana tas dan jaketku?” tanyaku jutek.

“Tidak mau minum kopi dulu?” Tanyanya basa-basi.

“Tidaaaaaakk” ucapku tegas kemudian mengambil sendiri tas dan jaket yang tadi dia tunjuk keberadaan.

Ting.tong..

Pintu depan berbunyi. Aku terkejut. Siapa yang datang? Bisa-bisa orang salah paham melihat ku pagi-pagi di sini. Naruto ingin menghampiri pintu, tapi buru-buru ku tahan.

“Eh eeh tunggu” bisikku padanya kemudian melanjutkan, “Aku bagaimana?” tanyaku masih berbisik.

“Apanya?” tanyanya santai. “Tenanglah di sini dulu. Jangan kemana mana oke?” Naruto kemudian meninggalkanku yang masih panik. Aku ingin sembunyi tapi nanti terlihat aneh, karena apa pentingnya aku bersembunyi dari seseorang yang entah itu siapa. Aku positif thinking berdoa mudah-mudahan yang di depan adalah kurir. Aku kemudian kembali menuju sofa, dan duduk di sana. Daripada tidak ada kerjaan, aku pura-pura sibuk dengan melipat selimut yang ada di hadapanku sambil berharap-harap cemas.

“Kenapa pagi-pagi datang ke sini sih?” dapat ku dengar Naruto mengomel di depan entah dengan siapa, tapi aku yakin mereka akan datang. Mampus aku, batinku.

Yang ku lihat pertama kali adalah Naruto, kemudian diikuti dengan wanita mungkin berumur 40an tahun yang masih terlihat cantik dan awet muda dengan rambut merahnya. Setelah itu, aku melihat warna rambut yang mirip dengan Naruto. Kuning. Aku berdiri. Dua orang yang tidak ku kenali terkejut melihatku. Aku menelan ludah. Kemudian membungkukkan badanku tanda hormat. Ku tebak mereka berdua ini adalah ayah dan ibu Naruto, karena terlihat mirip.

“Oh-ohayou go-gozaimasu” sapaku terbata. Tumben sekali aku terbata bata tidak seperti biasanya. Mereka masih bengong menatapku. Mungkin wajahku aneh dan bengkak. Maklum saja aku tadi habis menangis dan belum cuci muka.

“Ohayou” kata kedua orang tua di depanku bersamaan.

“Oya cepol mereka ini adalah orangtua ku. Ayah ibu, ini Tenten. Ststststs” Aku tidak yakin apa yang Naruto bisikan diakhir kepada ayahnya. Awas saja dia berkata yang macam-macam.
“Ka-kalau begitu silahkan duduk” jawabku seperti tuan rumah saja. “Oya Naruto, aku pergi” kata ku lagi. Aku kemudian ingin keluar tapi ditahan oleh Naruto. Ia menghampiriku, aku menatapnya tak suka.

“Makanlah sebentar di sini. Ibuku membawakan sarapan” katanya kepadaku. Aku diam saja sambil menatap tajam Naruto yang sempat-sempatnya tersenyum di situasi canggung ini.

“Ya benar, ayo kita sarapan sama-sama” kata ayah Naruto. Ibunya hanya cengo’menatap suaminya.

“Ah tidak apa-apa aku sarapan di rumah saja” kataku kepada ayahnya.

“Tapi kau pasti tidak sempat nanti. Kalau begitu sebentar” apa lagi yang akan Naruto lakukan. Kali ini ia menghampiri ibunya.

“Ibu aku ambil ini ya?” Pinta Naruto pada ibunya. Ia mengambil satu rantang yang aku tidak tahu apa isinya dari tangan ibunya kemudian kembali menghampiriku.

“Ini!” kali ini aku yang cengo’. Ia memaksaku mengambil makanan yang ada di rantang ini. Aku menolak tapi berkali-kali Naruto memaksa, begitupula ayahnya. Karena aku sangat tidak enak kepada mereka dan daripada aku berlama-lama lagi di sini, aku terpaksa mengambilnya.

“Baiklah baiklah aku ambil” kataku malas.

“Kalau begitu aku pergi dulu. Terima kasih.” Ucapku pada orangtua Naruto, tidak lupa aku membungkukan kepala ku berkali-kali. Setelah itu aku pergi diantar oleh Naruto.

“Nanti kita pergi bareng ya? Mobilmu kan masih di sana” Ajak Naruto. Aku ingat, mobil ku masih terparkir rapi di parkiran kantor.

“Tidak usah. Terima kasih. Aku akan hubungi Hinata” Jawabku cepat.

“Kau yakin tidak mau kuantar?” Tanya Naruto sekali lagi.

“Sangat-sangat yakin!” jawab ku tegas.

“Dasar keras kepala!!” lagi-lagi ia menyentuh pucuk kepalaku lembut. Aku membiarkannya entah mengapa, mungkin karena rasa terima kasih sudah memberikan ku sarapan. 

“Baiklah sampai jumpa” kataku padanya.

“Sampai jumpa cepol” ucapnya balik. Kemudian aku keluar menuju apartemenku di sebelah.
.
.
Aku sudah selesai mandi. Ku buka ponselku yang sudahku cas.

Tung.tung.tung.tung.tung.

‘Astaga sms siapa ini? Pasti Hinata’ batinku.

*Tenten bagaimana keadaanmu? Maaf gara-gara aku kau lembur, kau jadi kena imbasnya. Aku nyesal memberi tugas itu padamu TT tolong balaaas*

*Woi sudah bangun belum? Aku khawatir. Hubungi kalau sudah bangun*

*Ih gak aktif lagi nomornya. Udah bangun belum sih?*

*Tenten-chan aku sudah dengar kabar. Apa kau baik-baik saja? Penjahat itu sudah diringkus, ternyata dia ingin mencuri dari kantor kita. Kami juga sudah melihat cctvnya walau tidak jelas, tapi kami tahu dia diam-diam mendekatimu. Sebaiknya kau ijin saja hari ini. Aku memberikan ijin karena khawatir*

*Maaf sudah meninggalkanmu tadi malam. Ah penjahat itu merepotkan!*

“Wah ternyata mereka bisa mengkhawatirkanku juga ya?” kataku kemudian menghubungi Hinata.

“Moshi-moshi. Hinata?.......Aah sudahlah jangan lebay. Itu bukan salahmu lagian aku sudah berjanji kan? Aku numpang kau ya hari ini?” tanyaku pada Hinata, sambil membuka penutup rantang yang diberikan Naruto tadi kemudian menspeaker ponselku.

“Tidak bisa! Kau istirahat saja mengerti? Lagian aku sudah di kantor dan bos mengijinkanmu istirahat di rumah. Ah kibaaaa apaan sih? Aku masih ngomong sama Tenten nih, baka! Pokoknya kau jangan membantah, oke? Sudah yah, Kiba mau berbicara padamu tapi aku larang. Oya nanti aku traktir sebagai permintaan maaf sampai jumpa. Iiish Kiba baka!!” tuut.tuuut… panggilan berakhir.

“yah apa boleh buat kalau Hinata berbicara. Lagian aku lelah sekali” ucapku pada diri sendiri kemudian melanjutkan sarapanku.
.
.
Normal POV

“Hei bodoh! Jelaskan pada ibu gadis itu siapa” dengan berkacak pinggang sambil masih memegang sendok sup, Kushina menghujani Naruto dengan pertanyaan yang sama terus menerus.

“Tenanglah Kushina, tunggu sampai Naruto selesai makan” bela Minato yang sedang melahap telur goreng yang dibuat Kushina.

“Tidak! Dia harus menjawabku sekarang” cerca Kushina.

“Astaga ibu tidak bisa tenang sedikit apah? Dia teman seatapku.” Terang Naruto.

“Apa? Jangan bercanda yah!” Kushina hendak memukul Naruto dengan benda yang ia pegang sekarang. Tapi urung, karena melihat Naruto yang siap menghindar.

“Ma-maksudku, kami satu apartemen bu. Eh, maksudnya tempat tinggalnya di sebelah”

“Ooh jadi kalian tetangga ya?” Tanya Minato penasaran.

“Benar sekali ayah 100!” Jawab Naruto antusias. Ibunya hanya geleng-geleng kepala.

“Terus? Kok bisa dia pagi-pagi di sini?” Tanya ibunya lagi.

“Apa kalian tidur bersama?” sergah Minato yang berhasil kena pukulan sendok sup dari Kushina tepat di kepalanya. Minato hanya meringis kesakitan.

“Pengennya sih begitu ayah, tapi ia terlalu galak untukku ajak tidur bersama” jawab Naruto kepalang santai.

“Seperti ibumu dong!” Ucap Minato lagi.

Tuk.tuk..

“Aww!!” Aduh kedua orang laki-laki yang berada di sana bersamaan.

“Ibu senang sekali sih menyiksa kami?” Protes Naruto. Minato hanya diam tidak berani protes seperti Naruto.

“Awas saja kau macam-macam yah! Kalau tidak..” ancam Kushina.

“Kalau tidak apa bu? Bukannya ibu ingin aku punya pacar dan segera menikah serta punya cucu dari anakmu ini?”

“Tapi bukan gadis itu orangnya, baka!” bentak Kushina.

“Terus siapa bu? Siapaaa??” Tanya Naruto yang sebenarnya tidak terlalu penasaran.

“Ibu ingin kau menikahi Sakura!” jawab ibunya langsung. Naruto cengo’ kemudian menjawab.

“Apa? Tidak bisa bu! Aku tidak mau. Dia itu teman masa kecilku dan aku tidak punya perasaan lebih padanya” jelas Naruto.

“Bakaaa!! Sakura itu cantik dan baik. Pintar memasak pula. Apa yang kurang dari dirinya bakaa?? Hilangkan perasaan teman masa kecil, maka kau akan menemukan perasaan lebih pada dirinya” terang Kushina lebih jelas.

“Aaargh aku tidak peduli. Pokoknya aku tidak mencintai Sakura titik!” ucap Naruto frustasi.

“Bakaaaa!! Kau ini bodoh atau apa sih? Jelas-jelas ada wanita di depanmu yang lebih tepat” kata ibunya lagi.

“Tentu saja ada bu, dan orangnya itu Tenten!” jawab Naruto tak kalah keras kepala.

“Maksudmu gadis yang tidur di rumahmu tadi, yang melengos pergi menolak makan bersama kita?” Tanya ibunya sarkastik.

“Ibu belum mengenalnya!” bentak Naruto.

“Melihat dari sikapnya yang menatapmu jijik seperti tadi, ibu rasa dia tidak menyukaimu!”

“Aku akan membuatnya menyukaiku bu!”

“Dengan cara apa? Kau saja tidak berpengalaman pacaran. Sudahlah tidak usah repot-repot mengejar gadis itu. Jelas-jelas ada yang menyukaimu!” ibunya bersikeras.

“Sakura maksud ibu? Ibu berhenti menjodohkanku! Aku bisa mengurusnya sendiri” Naruto semakin frustasi.

“Kau tidak bisa. Lihat saja, apa pernah kau membawa pacar ke rumah?!” Tanya Kushina dengan nada yang agak meninggi. Kali ini Naruto berdiri mengacak-acak rambutnya sendiri.

“Aaargh aku tidak peduli! Pokoknya aku akan membuktikan pada ibu bahwa aku bisa mendapatkan Tenten!” kemudian melengos meninggalkan dua orang yang ada di dapur menuju kamarnya, dan menutup serta mengunci pintunya.

“Baka!! Aku belum selesai berbicara. Buka pintunya!!” Ibunya menghampiri pintu itu, berusaha membukanya dari luar.

“Kushina sudahlah dia bukan anak kecil lagi” kata Minato berusaha menenangkan. Kushina menghampirinya.

“Kau selalu membelanya! Aku hanya ingin yang terbaik buatnya. Dan aku yakin itu Sakura. Gadis itu? Apa baiknya dia? Sikapnya saja sudah begitu, menatap anak kita penuh kebencian.” Kushina duduk di tempat Naruto tadi.

“Dari mana kau tahu?” Tanya Minato penasaran.

“Karena aku juga pernah menatap seseorang seperti itu dulu”

“Aaah maksudmu aku?” pancing Minato.

“Hhmm! sudah selesai makan kan? Sini! Aku bereskan!” Kushina kemudian berdiri mengambil mangkuk di depan Minato yang sebenarnya belum selesai menyantap sarapannya.

‘Kkkk kau mudah sekali ditebak. Kau hanya tidak ingin anakmu diperlakukan seperti kau memperlakukanku dulu’ batin Minato sambil tertawa dalam hati.
.
.
Naruto POV

Argh aku sangat kesal pada ibu. Ia terlalu berlebihan mencampuri urusanku. Aku menyukai Tenten tentu saja, bahkan mencintainya. Karena nona cepol dua adalah cinta pertamaku.

Flashback

Aku melirik orang di sampingku, ia tidak sadar sepertinya aku memperhatikannya terus dari kemarin saat pertama kali melihatnya masuk. Entah kenapa aku langsung terhipnotis, dia datang sendirian, mencari cari kursi yang tepat. Dia memakai sepertinya kaus oblong berwarna putih dibalut dengan jaket varsity berwarna merah maroon putih. Bawahannya ia pakai rok yang ku tahu sejenis dirndl skirt berwarna hitam di bawah lutut. Serta sneakers convers all star berwarna hitam. Tote bag yang melingkari lengan sebelah kanannya serta tangan kirinya yang memeluk beberapa buku tebal. Ditambah cepol duanya yang terlihat pas di wajahnya, menambah aura unik di dalam dirinya. Oh dia datang! Aku tidak yakin apa ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama. Ah, saat dia mulai mendekat detak jantungku tidak dapat behenti berdetak. Sangat cepat, sampai-sampai aku harus menahannya dengan tanganku. Baru kali ini kurasakan. Dia duduk tepat di depanku. Di sampingku ada Temari.

“Hei kau kenapa Naruto?” tanyanya kebingungan saat aku memegang dada agak sedikit ke sebelah kiri.

“Ah? Tidak apa-apa. Dadaku hanya sedikit sakit” Jawabku hampir jujur.

“Oh. Baiklah” jawabnya cuek sambil memainkan ponselnya kembali.

Kelas berakhir tanpa hambatan. Aku melihatnya buru-buru keluar. Padahal ingin berkenalan. ‘sayang sekali’ batinku. Hei! walau aku belum pernah berpacaran, aku bukan orang yang malu atau tidak berani berkenalan. Berkenalan hampir selalu ku lakukan, tapi untuk melakukan lebih dari itu, aku belum pernah memikirkannya, sama sekali.

Hari ini aku duduk di sampingnya, kali ini tidak ingin melewatkan acara perkenalan diriku padanya. Kelas telah berakhir, aku ingin mengenalkan diri tapi gagal lagi. Ia terlanjur berdiri dan pergi. Aku hanya dapat melihat punggungnya menjauhiku. Seminggu sudah berlalu, dan aku masih saja gagal. Bukannya tidak berani, hanya saja timingnya kurang pas. Ia tidak datang dua hari, sisanya? Karena ia cepat sekali pergi.

Hari ini aku bertekad benar-benar harus memperkenalkan diri. Saat aku masuk ke dalam kelas, aku sudah melihatnya duduk di sana sendirian. Di pojok kiri dekat jendela. Aku menghampirinya yang sedang melihat keluar jendela.

“Hei boleh aku duduk di sini” Ijinku. Ia menoleh. Aku akui dia sangat cantik dengan cepolnya.

“Silahkan” katanya sedikit tersenyum. Jantung ku kembali berpacu. Aku duduk dan memberanikan diri berkenalan.

“Perkenalkan aku Naruto.” Aku mengulurkan tangan, ia menyambut hangat tanganku “Tenten, hanya Tenten!” oh God! Dia tersenyum, sangat manis batinku. Setelah itu aku mulai sering duduk di sampingnya meninggalkan Temari yang terheran heran sejak kapan aku mendapatkan teman baru. Kami juga kadang mengobrol, hanya obrolan biasa. Begitu seterusnya.

“Hei Ten! Punya pulpen lebih tidak?” tanyaku padanya. Kami sedang mengikuti kelas. Ia buru-buru mengeluarkan pulpennya yang lain dan memberikannya padaku.

“Terima kasih” ucapku 

“Eemm” jawabnya singkat sambil ia teruskan mencatat.

“Ten pinjam pulpen”, “Duh pulpenku macet nih”, “Ada pulpen?”, “Bisa pinjam pulpen tidak?” aku sadar telah menyusahkannya tiap saat. Aku sebenarnya sengaja melakukan ini, selain aku suka iseng, aku juga pencari perhatian. Terlebih kepadanya.

“Ini!”

“Apa ini?” Tanyaku. Aku kemudian membukanya. Tempat pulpen seperti punya wanita, di dalamnya banyak sekali berbagai jenis pulpen. Aku kemudian memandangnya penuh tanya.

“Jangan pinjam padaku lagi oke? Dan jangan hilangkan juga. Kalau sudah tidak butuh, kembalikan lagi padaku, kau mengerti?” tegas Tenten. Aku hanya mengangguk tidak menyangka ia menghentikan keisenganku dengan telak.

2 bulan telah berlalu. Aku sangat senang berada di dekat Tenten. Kadang aku dengan puas menatap wajahnya walau ia tidak sadar. Akhir-akhir ini Tenten terlihat sangat sumringah, entah apa yang terjadi padanya. Ia sering sekali tersenyum sendiri seperti orang gila. Tapi aku tetap menyukainya, terlihat lucu malah. Kelas berakhir, Tenten bergegas merapikan barang-barangnya.

“Tenten-chan!!” Aku menoleh ke arah suara ngebas. Pemilik suara itu melambaikan tangannya ke arah Tenten, Tenten balik melambai dengan ceria. Setelah selesai merapikan barangnya, Tenten menghampiri laki-laki tersebut. Kemudian sesuatu yang membuatku sakit mata melihatnya sekaligus sakit hati adalah, Tenten menggandeng tangan laki-laki itu. Ia tidak mirip Tenten, dan wajahnya juga seumuran. Aku menduga bahwa orang itu pastilah kekasihnya. Aku menangis dalam hati sejadi-jadinya. Aku sangat murung. Berbeda sekali saat pertama kali aku melihat Tenten. Temari kemudian datang menghampiriku.

“Eh kau sudah tahu belum?” Tanya Temari yang langsung duduk di sampingku. Aku tidak tertarik bertanya.

“Katanya Tenten sama Sasori senpai pacaran loooh. Kau tidak sakit hati?” Aku kaget, Temari bisa tahu perasaanku. Tapi aku malas menjawab pertanyaannya. Aku kemudian pergi diikuti Temari yang masih penasaran akan jawabanku.

Setelah itu aku putuskan untuk tetap menyukainya, walaupun hanya dalam diam. Melihatnya saja aku sudah senang. Yah nikmati sajalah perasaan ini yang entah sampai kapan berhenti.

To be continue..

Sepertinya Naruto bucin ya? Wkwk
Sudah tahu kan perasaan Naruto yang sebenarnya? Hehe

Bonus Pic. From Google

Cinta Yang Kreatif : Chapter 5

Jam telah menunjukkan pukul 19.00.
Tenten seharusnya sudah pulang jam segini tapi ia masih ada ‘hutang’ yang harus dilunasi. Tugas lain yang diberikan Hinata padanya. Ini semua gara-gara ia menceritakan pada Hinata akan pindah ke tim produksi. Tentu saja Hinata kesal karena temannya akan meninggalkan dia seorang diri sebagai wanita di tim kreatif. Tenten lalu berjanji akan mengerjakan semua tugas-tugas Hinata asal dia tidak marah lagi pada Tenten. Hinata luluh kemudian memberikan tugas mencari materi foto dan video untuk VT. Padahal itukan tugas Hinata bukan tugasnya. Alhasil Hinata dengan riang gembira karena bisa pulang cepat meninggalkan dia seorang diri.

“Eeh Shikamaru kau mau kemana?” Teriak Tenten kepada Shikamaru yang sudah melewatinya. Otomatis Shikamaru berhenti dan menoleh padanya.

“Aah sungguh merepotkan. Aku pulang duluan ya?” ucap Shikamaru malas. Tanpa menunggu jawaban Tenten ia langsung pergi.

“Eerr tega sekali sih dia aku ditinggalin!” ucap Tenten melihat Shikamaru yang sudah hilang dari pandangannya. Tenten kemudian melanjutkan apa yang telah dia mulai. ‘semangat! semangat!’ batinnya.
.
.
“Naruto bisa tolong ambilkan itu?” Mohon Sakura sambil menunjukkan apa yang dia minta ambilkan. Ternyata sedari tadi setelah makan Naruto hanya duduk-duduk saja memainkan hpnya tanpa melirik orang yang berlalu lalang melewati. Baik ibunya maupun Sakura. Melihat Sakura yang sedang kesulitan ingin mengambil mangkuk yang berada di dalam kabinet yang cukup tinggi pun tidak. Sehingga terpaksa meminta tolong kepada Naruto, tidak mungkin kan ia meminta tolong kepada Kushina yang sedang sibuk dengan supnya.

“Aah tentu” Naruto meletakkan ponselnya. Menghampiri Sakura yang masih berdiri di sana. Tanpa kesulitan Naruto mengambil mangkuk tersebut dengan kedua tangannya. Sakura hanya melihat entah terpesona atau tidak yang jelas ada semburat di sana, di kedua pipi Sakura.

“Taruh dimana?” Tanya Naruto.

“Di sini saja” Sakura menuju meja diikuti Naruto. (Pada model kitchen set island ada meja besar yang diletakkan di tengah. Jadi bukan meja makan ya)

“Terima kasih” ucap Sakura lembut.

“Apa kau membutuhkan yang lain?” Tanya Naruto pada Sakura. Sakura menggeleng.

“Baiklah kalau begitu” Naruto kembali ke tempatnya semula.

“Astagaa~ aku lupa membeli buah-buahan!” Kata Kushina yang sukses membuat kedua orang selain dirinya menoleh kepada Kushina.

“Aku akan menyuruh Ibuku membelinya saat ke sini nanti Oba-chan” kata Sakura mendadak.

“Tidak-tidak Sakura aku tidak ingin merepotkan. Mereka kan tamu.” Ucap Kushina.

“Biar aku saja yang beli” Tiba-tiba Naruto bangkit dari duduknya dan bersiap untuk pergi.

“Tunggu Naruto!” sergah ibunya.

“Bawa Sakura bersamamu. Kau bahkan tidak tahu buah yang rasanya manis atau tidak. Sakura minta bantuannya ya?” Mohon Kushina.

“Aku akan ikut Oba-chan” Jawab Sakura dengan penuh semangat. Kemudian mengikuti Naruto.

“Rencanaku berhasil! Hihi untung saja tadi aku tidak beli” gumam Kushina licik.
.
.
“Apa ada supermarket yang buka jam segini?” Tanya Naruto pada Sakura yang berada di kursi samping pengemudi.

“Hmm sepertinya ada Konbini yang menjual buah-buahan masih buka jam segini. Kita ke Lawsin Store 1000 ya. Kau tahu kan?” Tanya Sakura.

‘Tentu saja tahu itukan dekat tempat kerja Tenten’ batin Naruto.

“Baiklah kita ke sana. Pasang sabuk pengamanmu yang erat ya. Kita akan melaju” kata Naruto basi. Sakura hanya tersenyum sambil ia pasang seatbeltnya seperti biasa.

Di perjalanan tidak ada yang berbicara. Karena terasa canggung, Sakura iseng bertanya.

“Naruto, apa kau tidak penasaran?”

“Tentang?” Naruto pura-pura tidak mengerti.

“Kenapa tidak menghubungimu selama ini, atau kenapa aku tidak memberitahumu bahwa aku akan pergi ke London” Jawab Sakura.

“Hmm memangnya kenapa?” Tanya Naruto singkat tanpa melirik Sakura atau melihatnya. Ia tidak mau lagi kejadian kemarin terulang. Yaitu hampir menabrak seseorang, Tenten pula orangnya.

“Aku tidak tahu harus mulai dari mana” Terang Sakura bingung. Haruskah dia to the point atau basa-basi dulu. Dia melirik Naruto yang sepertinya tidak akan memberi respon terlihat dari caranya menyetir yang terlalu fokus.

“Yang jelas aku menyesal tidak memberitahumu” Gumam Sakura.

“Apa katamu aku tidak dengar?” Tanya Naruto.

“Hmm tidak apa-apa” Jawab Sakura menggelengkan kepala.

“Jelaskan saja” Pinta Naruto. Sakura kemudian mengalihkan pembicaraan.

“Oya kau sepertinya akrab sekali dengan gadis yang kemarin?”

“Siapa? Maksudmu Tenten?”

“Iya, Tenten” Jawab Sakura tidak bersemangat.

“Yaah tidak seakrab kita waktu dulu siih” Jawab Naruto tidak yakin. Sakura blusing.

“Dia temanku dan rival sekaligus, tapi aku tidak menganggap dia musuh. Entah kenapa dia saja yang selalu kasar kepadaku. Dia menanggapku menyebalkan sepertinya. Gadis ituu..”

“Kita sudah sampai” Tunjuk Sakura refleks, menghentikan cerita Naruto. Tidak tahu kenapa ia tidak ingin mendengar lanjutan dari cerita itu dan minimarket menyelamatkannya. Naruto menuju ke arah minimarket yang berada di depan mata mereka. Naruto kemudian menghentikan mobilnya di pinggir jalan tepat di depan minimarket tersebut. Sakura keluar dan Naruto mengikutinya dari belakang. Mereka berdua lalu mencari area buah-buahan.

‘Besar juga tempatnya tidak seperti minimarket pada umumnya’ batin Naruto.

“Mau beli buah apa Naruto?” Tanya Sakura. Mereka berdua sekarang sudah berada di area buah-buahan. Naruto hanya menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal.

“Kau saja yang pilih Sakura” Kata Naruto menyerahkan keputusan memilih buah-buahan kepada Sakura. Ia sendiri tidak yakin buah apa yang diinginkan ibunya sebagai pencuci mulut. Sakura berpikir sebentar kemudian menyusuri area buah-buahan tersebut. Setelah ia dapat melihat buah yang ia cari, ia menarik-narik Naruto bermaksud agar Naruto mengikutinya. Mereka sampai di area semangka. Sakura sibuk memilih-milih sedangkan Naruto hanya berdiri melihat sekeliling tidak tertarik untuk ikut membantu.

“Ah Naruto kita lupa membawa keranjang. Bisa kau ambilkan?” Pinta Sakura.

“Tentu” Naruto kemudian kembali ke depan untuk mengambil keranjang. Sambil berjalan, ia melihat sekeliling. Hanya ada beberapa orang pelanggan yang terlihat masih memilih-milih barang serta karyawan yang sibuk menyusun sepertinya minuman kaleng. Ia kemudian mengambil keranjang yang ada di samping dekat pintu masuk, setelah itu ia kembali sambil bersiul-siul menenteng keranjang yang ada di tangannya, serta pandangannya ia telusuri ke koridor-koridor yang ada di supermarket tersebut sekedar iseng. Tiba-tiba ia berhenti kemudian berjalan mundur perlahan. Ia kemudian tersenyum melihat orang yang sangat ia kenali, orang tersebut menoleh.

“Naruto???” Tanya Tenten tak percaya. Kemudian melanjutkan, “Eeerrr sebal deh!! Kenapa akhir-akhir ini aku sering sekali sih bertemu kamu? Bosan tahu!”

“Eh Tenten kebetulan sekali.” Ucap Naruto sambil tersenyum. Karena Tenten sedang malas, lelah, letih, lesu, lembur pula, ia urung meneriak-riaki Naruto menyuruh pergi atau semacamnya.

“Kok kau ada di sini?” Tanya Tenten sambil tangannya sibuk mencari-cari barang yang ia cari. Baru kali ini Tenten bersikap lembut. Ia sendiri heran tapi dia buang jauh-jauh pikiran lain yang menghampiri otaknya.
“Yaah mencari buah-buahan saja. Cuma di sini yang buka” Jawab Naruto

“Ku pikir kau menguntit lagi” ucap Tenten santai. Kali ini dia menemukan apa yang ia cari dan memasukkannya ke keranjang.

“Hoi! Aku tidak pernah menguntit kau tahu” Jawab Naruto salah tingkah. “Kau belum pulang? Ini kan sudah jam setengah 8” Tanya Naruto sebelum Tenten nyerocos lagi. Ia tidak mau moment seperti ini hancur.

“Aku lembur.” Jawab Tenten singkat.

“Lagi?” Tanya Naruto tak kalah singkat. Tenten kaget.

“Kau? Bagaimana bisa tahu aku sering lembur?” Tanya Tenten penasaran sambil mengerutkan alisnya ke arah Naruto.

“I-ituuuu…..” Naruto bingung. Ia tidak tahu harus menjawab apa.

“Naruto kau di sini?” Tanya Sakura kemudian menghampiri Naruto.

‘Untung Sakura datang’ Batin Naruto lega. “Oh Sakura maaf kau pasti mencari ku ya? Hehe” tawa Naruto receh.

“Loh? Ada Tenten. Konbanwa Tenten-chan” Sapa Sakura.

“Konbanwa” Ucap Tenten singkat.

“Ayo Sakura kita kembali ke sana. Kalau begitu kami pergi dulu ya Nona Cepol Dua. Ayo” Ajak Naruto terburu-buru kepada Sakura, meninggalkan Tenten sendirian.

‘Mencurigakan!’ batin Tenten.
.
.
Naruto dan Sakura kali ini sudah berada di rumah. Begitupula sang tuan rumah, Minato Namikaze yang datang tidak lama setelah Naruto dan Sakura pergi membeli buah. Sebentar lagi orangtua Sakura datang, jadi Kushina dan Sakura menyiapkan meja makan.

“Maaf ya Sakura merepotkan. Kau kan harusnya menjadi tamu kami” Sesal Kushina.

“Tidak masalah Oba-chan. Aku sendiri yang ingin membantu” Ucap Sakura lembut. Mereka berdua kemudian melanjutkan persiapan sambil berbincang-bincang. Di lain sisi, di ruang keluarga rumah itu, Minato dan Naruto sedang menonton TV. Minato membuka pembicaraan.

“Naruto! Sepertinya Ibumu menyukai Sakura”

“Dari dulu kan Ibu memang menyukainya” Jawab Naruto singkat. Minato memutar kedua bola matanya.

“Maksud ayah Ibumu sepertinya ingin menjadikan Sakura sebagai menantunya” Terang ayahnya to the point.

“Apa???” Naruto tersentak.

“Ssst pelankan suaramu!” Ucap Minato.
“Ibu tidak masuk akal. Bagaimana bisa aku bersama teman masa kecilku itu? Bukannya tidak bisa sih. Aku hanya tidak mau” Jelas Naruto kepada ayahnya.

“Tenanglah. Ibumu hanya khawatir kau jomblo terus” Ucap ayahnya

“Tapi ayaaah…” ucap Naruto tidak terima.

“Eh mereka datang” kata Minato sambil ia suruh anaknya agar bersikap tenang.

Ting.tong..

“Sepertinya itu mereka. Biar aku bukakan, Sakura kau tunggulah di sini” Kata Kushina.

“Baik Oba-chan” Sakura kemudian duduk di samping Naruto. Minato melirik Naruto. Naruto membuang muka. Ayahnya hanya tersenyum dikulum.
.
.
Kini mereka berada di dapur. Dengan meja makan jati berbentuk bundar, serta kursi yang pas sekali berjumlah 6. Naruto dan Sakura duduk bersebelahan. Sang nyonya tuan rumah menghidangkan kare buatan Sakura. Sakura ingin membantu tapi ditahan oleh Kushina. Minato dan orangtua Sakura berbincang-bincang ria. Naruto dan Sakura hanya mendengarkan, sesekali Sakura mencuri-curi pandang ke arah Naruto.

“Silahkan dinikmati” kata Kushina kepada semuanya. Ia sekarang sudah duduk di antara Minato dan Naruto. Semuanya menurut dan memakan hidangan yang ada di depan masing-masing. Banyak sekali yang dihidangkan oleh Kushina dan Sakura diantaranya kare, sup miso, ikan bakar, tempura, salad bayam, dan tamagoyaki. 

“Euumm oishi” Ucap ibu Sakura, Mebuki.

“Kau benar” sambung ayahnya, Kizashi. Yang kembali menyantap kare buatan anaknya.

“Wow Sakura kau berhasil. Kare buatanmu memang enak” Ucap Kushina.

“Terima kasih Oba-chan” Ucap Sakura tersipu malu.

“Kau sudah bisa menjadi istri kalau begini. Benar kan Naruto?” Tanya Minato pada Naruto yang hampir saja membuat Naruto menyeburkan makanannya. Sakura blushing. Kushina, Mebuki dan Kizashi hanya tertawa. 

“ah iya ayah!” Jawab Naruto singkat sambil menatap ayahnya tajam. Kemudian melanjutkan makannya.
.
.
22.15
“Akhirnyaaa selesai juga” ucap Tenten pada dirinya sendiri. Ia selesai membereskan mejanya. Sekarang meja itu kosong, hanya ada komputer di sana. Besok ia harus pindah meninggalkan ruang ini. Ia berjalan pelan mengelilingi ruangan tersebut, berhenti tepat di meja Hinata. Ia pasti merindukan sahabat satu-satunya itu. Pasti tidak ada lagi suara cerewet pagi-pagi menghampiri telinganya. Tapi tak apa batinnya karena masih satu kantor, masih bisa bertemu untuk makan siang atau sekedar menyapa.

Jetrek..

Tiba-tiba saja lampu ruangan mati. Entah ruangan ini saja, atau seluruh gedung yang mati. Gelap tidak ada yang terlihat. Tumben sekali ada pemadaman pada gedung ini, batinnya. Tenten mengeluarkan ponsel yang berada dalam saku celana jeansnya.

“ah masih sisa sedikit” Ia hidupkan flashlight hpnya yang hampir mati, mengambil tas serta jaketnya yang masih berada di meja kerjanya. Setelah itu ia ingin segera keluar. Ia lupa kalau pintu kantor mereka tidak bisa terbuka jika lampu sedang mati.

“Aarh sial” Tenten kemudian menghubungi Hinata bermaksud meminta nomor telepon security yang menjaga kantor mereka.

Tuut..tuut.tuuut..

Tidak ada jawaban. Tenten menelepon sekali lagi.

Tuut..tuuut..tuuutt..

Masih tidak ada jawaban.

Tuut..tuut.. mati! Ya, ponselnya mati sekarang. Betapa sialnya Tenten. Ia merutuk pada diri sendiri karena tidak mengisi daya ponselnya tadi.

“Aah bodohnya aku terjebak di sini! Apa boleh buat tunggu sajalah paling sebentar lagi hidup!” Tenten kembali menuju mejanya berharap lampu segera menyala, yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah berpikir positif agar tidak bergelut dengan ketakutan.
.
.
Semua orang di rumah Naruto sedang menikmati semangka serta buah-buahan yang tadi dibeli Naruto dan Sakura di ruang keluarga sambil berbincang-bincang ria. Naruto dan Sakura berada di dapur. Membereskan sisa makanan mereka serta mencuci piring. Naruto menawarkan diri untuk membantu ibunya, tapi Sakura dengan sigap menyuruh Kushina beristirahat. Jadi di sinilah mereka berdua, mencuci piring-piring kotor.

“Bagaimana pekerjaanmu?” Tanya Sakura membuka pembicaraan.

“Bagus, sangat menyenangkan bekerja di sana” Jawab Naruto.

“Kata ibumu kau membuka bisnis minuman ya?” Tanya Sakura lagi penasaran.

“Hmm cafĂ© juga, apa kau sudah pernah ke sana?” Tanya Naruto balik.

“Belum siih hehe Aku menunggu kau yang mengajakku ke sana” Kata Sakura malu. 

“Baiklah. Bagaimana denganmu? Kapan rencana kau mulai bekerja?” Tanya Naruto.

“Yah minggu depan aku sudah bisa bekerja di St. Agatha International Hospital” Jawab Sakura antusias.

“Wow kau pasti akan sangat-sangat sibuk nanti”

“Begitulah Naruto. Tapi kita masih bisa sering bertemu kan seperti dulu lagi?” Harap Sakura

“Tentu saja” kata Naruto singkat. Yang sukses membuat degup jantung Haruno Sakura berpacu.

Ddrt ddrrtt..

Naruto menuju meja besar di belakang mereka. Melepaskan sarung tangan cuci yang membungkus tangannya sedari tadi dan meraih ponsel yang ada di meja. Sakura masih melanjutkan acara cuci piring mereka. Dengan raut wajah kaget Naruto membuang kedua sarung tangan cucinya dan melepaskan apron yang melilit badannya. Tanpa babibu lagi, tanpa memberitahu Sakura, Naruto melesat pergi dengan terburu-buru. Sakura tentu saja kehilangan kata-kata bercampur bingung dengan sikap pemuda yang barusan meninggalkan dia.

“Ada apa dengan anak itu Sakura?” Tanya Kushina yang ikut bingung melihat anaknya yang tiba-tiba berlari keluar. Dan hanya pamit singkat kepada ayahnya dan yang lain di ruang keluarga.

“Aku juga tidak tahu Oba-chan, tiba-tiba saja ia pergi” kata Sakura bingung.

“Baiklah, tidak usah khawatir mungkin masalah kerjaan. Oba-chan akan membantumu. Ayo” kata Kushina menenangkan Sakura.

“Baiklah Oba-chan” ucap Sakura masih dengan raut wajah bingung.
.
.
Tenten POV

Mataku sekarang menutup sepenuhnya. Tapi aku tidak bisa tidur sama sekali. Sebenarnya aku sangat takut sekarang tapi aku yakinkan diri semua akan baik-baik saja. Tidak ada siapa-siapa dan apapun di sini yang aneh, hanya ada aku. Sekarang aku sedang duduk di kursiku, tapi kepalaku ada di meja. Dari tadi aku berusaha untuk tidur tapi tidak bisa. Yang ada aku malah menghayal yang macam-macam. Makanya aku tidak berani membuka mata lebar-lebar. Hanya sedikit, memastikan lampu sudah hidup atau belum. Menyebalkan, aku mohon tidurlah! Pintaku pada diri sendiri.

Oh tidak! Ini mimpi, imajinasi atau kenyataan?
Ada yang menyentuh punggungku! Aku takut sekaliiii. Kami-sama tolong akuu. Kenapa dari tadi tidak lepas? Oh tidak, apa itu tangan? apa bergerak ke bawah? Apapun itu! Aku harus bangun segera, harus! 

“Aaaaarrgh!!” Teriak ku menepis semua ketakutan, yang pasti agar sesuatu yang menghinggapi punggungku tadi lepas. Ku buka mata perlahan berharap ini hanya mimpi. Aku terkejut, bersyukurlah terang rembulan dapat menyinari sampai ke gedung ini, jadi aku dapat melihat orang di depanku menatapku penuh hasrat. Ia lebih pendek sedikit dariku sekitar 160cm sepertinya, dari atas sampai bawah tertutup kain hitam. Yang bisa aku lihat hanya pada bagian mata yang menatapku tajam. Seperti ingin memangsaku! Di tangan kanan menenteng sesuatu seperti tas dan terlihat berat. Aku mulai gemetaran. Yang bisa kupikirkan saat ini adalah lari, jadi aku meraih apapun dibelakangku dan buukkk!! Seperti di film-film, tepat pada saat lampu menyala tiba-tiba bola kasti melayang tepat ke pelipis orang di depanku. Aku mengikuti darimana arah bola ini datang. Ternyata dari arah pintu yang tadi terkunci, seseorang di sana berlari ke arah orang di depanku bersiap menendang, aku terkejut tapi masih mematung di tempat yang sama.

“Berhenti! Berhenti!” Teriak dua orang security yang baru saja datang kepada si penendang. Yang ditendang mengaduh kesakitan. Security 1 menahan Naruto, sedangkan Security 2 menggiring orang yang ditendang tadi dan menahan tangannya, agar tidak kemana mana. Ya, yang melempar bola serta menendang penjahat tadi adalah Naruto. Orang yang selama ini aku benci setengah mati.

“Tenanglah dia sudah tertangkap” Kata security 1 pada Naruto. Naruto megap-megap, kembali bernafsu untuk menghajar orang tersebut. Security 2 membuka penutup wajah orang itu, aku tidak mengenalinya, begitupun yang lain. Yang berarti orang ini berniat jahat padaku, atau pada kantor ini, aku tidak tahu.

“Baiklah sekarang kau ikut aku ke bawah dan jelaskan semuanya!” kata security 2 kepada orang tersebut.

“Langsung saja bawa dia ke kantor polisi!” saran Naruto dengan emosi. Security 2 tidak menjawab dan langsung membawa orang itu bersamanya. Security 1 melepaskan Naruto dan meminta maaf pada ku. Aku tidak menjawab karena masih shock.

“Maafkan atas ketidaknyamanannya. Saya berjanji akan mengurus orang itu dengan benar” Security 2 menunduk dalam-dalam kemudian pergi mengikuti mereka yang sudah di depan. Tinggal Naruto dan aku saja yang berada di dalam sini. Kemudian aku terduduk lemas.

“Kau tidak apa???” Tanya Naruto sepertinya khawatir padaku. Aku menangguk.

“Ayoo!! kuantar kau pulang” Tawar Naruto. Aku hanya mengangguk lagi tanpa berbicara. Entah kenapa aku tidak menolak. Aku bisa saja menggeleng, tapi tidak kulakukan. Mungkin karena masih shock. Naruto menggengam lenganku, membantuku berdiri, tangan kanannya yang kosong kemudian mengambil tasku yang masih berada di atas meja. Sebenarnya aku tidak mau telihat lemas di depan Naruto, telebih kepada laki-laki. Tapi kejadian tadi sukses membuatku tidak bisa melakukan apa-apa. Karena aku tidak pernah mengalami ini sebelumnya, pertama kali bagiku melihat orang seperti tadi. Kalau Naruto tidak datang, mungkin aku sudah dihabisi atau diperkosa oleh penjahat itu. Aku ngeri.

Sekarang kami sudah berada di dalam mobil Naruto, Naruto menyodorkan air mineral kepadaku, aku mengambilnya, setelah itu menyerahkan kembali kepadanya. Tidak ada yang berbicara setelahnya. Aku melirik Naruto yang sedang menyetir. Kemudian aku mulai mengantuk, aku bahkan lupa mengucapkan terima kasih. Setelah itu aku tidak mengingat apa-apa lagi.
.
.
“Nona Cepol Dua bangunlah”

Aku mendengar suara baritone yang memanggilku dengan lembut. Aku senyum sendiri sambil masih terpejam. Aku pasti bermimpi mendengar suara itu. Kemudian otakku tiba-tiba merefresh sendiri memori, mengingat kejadian-kejadian yang tadi malam. Sampai pada saat aku di tolong Naruto serta aku tidur di dalam mobilnya. Setelah itu aku tidak ingat apa-apa. Aku membuka mata perlahan, mengerjap-erjapkan mataku, meyakinkan bahwa ini pasti masih di dalam mobil. Aku melihat orang di samping tempat tidurku. Aku melihat sekeliling. Ini bukan kamarku! Aku terduduk masih di atas kasur yang tidakku kenali. Aku menatapnya lagi. Berharap ini hanya mimpi belaka.

“Aah badanku sakit sekali. Kau tidak bisa diam yah kalau tidur” kata Naruto dengan santai disamping kasur ini, sambil ia gerakkan kepalanya ke kiri dan kanan.

‘Apa? Badannya sakit? Aku apa dia bilang?’ batinku. Aku mulai tersadar, jangan-jangan dia?
Aku menatap ke bagian bawah lebih tepatnya dadaku, aku menutup mata tidak ingin melihat lebih lanjut. Kemudian cepat-cepat aku membalut tubuhku dengan selimut dan kembali menatapnya tajam bersiap menyumpah seperti biasa, tanpa babibu lagi aku berteriak padanya yang sedang menatapku biasa.

“Dasarr cabuuuuuuuuuuul!!!!!!!”

To be continue..

Bonus. Pic. From Google