Kamis, 26 Agustus 2021

Cinta Yang Kreatif : Chapter 8

Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba.

Tenten bersiap, karena syuting akhirnya akan dimulai. Tenten harus ikut turun tangan kali ini karena ia ditugaskan untuk membantu produser pengganti Chouji. Dia hampir saja pingsan saat Lee mengatakan Tenten akan menggantikan Chouji sementara waktu, karena akhirnya produser lain bisa menghandle acara ini bersamanya. Minggu ini ia disibukkan dengan ikut sedikit pelatihan serta bekerja sama dengan produser acaranya. Misalnya saja membuat internal memo untuk para kru, mensuvervisi naskah, membuat preview materi,ikut produser dalam mengarahkan set dll sampai produksi pada saat sekarangpun ia ikut. Sungguh, minggu ini ia tidak pernah istirahat. Pulang ke rumah kadang hanya sebentar kemudian balik lagi, kadang ia juga tidur di kantor. Mungkin karena dia, ada seseorang yang galau sekarang. Mungkin saja.


Sebenarnya jadwal syuting harusnya jam 12 siang, tapi karena para bintang tamu banyak yang terlambat, terpaksa ditunda beberapa jam, belum lagi mereka bersiap-siap dan akhirnya baru dimulai sekarang. Program perdana Tenten harus dilalui dengan kejadian seperti ini, padahal dia tidak suka mengundur-undur waktu, karena dia memang orang yang sangat-sangat tepat waktu. Salahnya sendiri yang banyak memberi ide untuk mengundang beberapa artis lebih dari 10 orang, syukurnya acara ini tidak live, jadi ia masih bisa bernafas lega.


Para bintang tamu, yang terdiri dari beberapa idol dan beberapa lagi aktor/aktris film sekitar 15 orang, duduk sesuai nama yang tertera pada papan nama di samping kursi masing-masing. Musik mulai dimainkan. Dua orang pembawa acara laki-laki dan perempuan masuk, memperkenalkan diri setelah musik dihentikan. Kemudian pembawa acara mulai memperkenalkan bintang tamu satu persatu, tentunya dengan tingkah lucu para bintang tamu saat memperkenalkan diri termasuk para idol disuruh menyanyi atau menari. Setelah itu pembawa acara mulai menginterview acak para bintang tamu, membahas hal-hal/pengalaman memalukan dan menggelikan, pembawa acara juga dengan kocak berusaha untuk menguak jati diri para bintang tamu. Tenten tentunya ikut melihat dari balik layar dengan cemas, padahal dari tadi tidak terdapat kesalahan apapun malah berjalan lancar, harusnya ia tertawa saja karena acaranya lucu dan menyenangkan. Mungkin karena ini adalah tugas terjun ke lapangan perdananya, makanya ia sangat-sangat gugup sekarang.


Segmen pertama selesai. Program Tenten hanya memiliki dua segmen dengan durasi tayang seluruhnya 40 menit. Para selebriti yang berada di sana dipersilahkan istirahat sebelum memulai syuting untuk segmen kedua. Pada segmen kedua ini, para bintang tamu diminta untuk memainkan sebuah game. Pembawa acara akan memberikan pilihan kepada bintang tamu untuk menjawab sebuah pertanyaan dengan jujur, jika mereka tidak bisa menjawab pertanyaannya maka akan ada hukuman yang bisa mereka pilih. Hukumannya adalah memakan makanan fermentasi serta minuman pahit yang sehat yang sudah disediakan para kru. Segmen kedua dimainkan dengan sangat menyenangkan dan tentu saja penuh gelak tawa.


Akhirnya syuting berakhir dengan baik dan tanpa kesalahan.Tenten senang. Ia kemudian berterima kasih kepada pengisi acara yang sudah berpartisipasi, serta kru-kru yang ada disana tak luput dari ucapan terima kasihnya. Tapi pekerjaannya belum berakhir sampai di situ, ia harus berbicara secara pribadi kepada manager-manager dari pembawa acara, sekedar menyesuaikan jadwal para artis agar bisa membawakan acara lagi minggu depan. Esoknya ia harus membantu produser membuat materi hasil syuting dll. Hari-hari Tenten pasti sangat-sangat sibuk mulai dari sekarang.


Di lain sisi, lebih tepatnya di hari yang sama, di stasiun TV tempat Naruto bekerja, Naruto hanya berada di tempat duduknya saja, ia sekarang sedang membuat realisasi episode selama satu bulan dengan sangat fokus. Programnya sudah mulai syuting kemarin dan hari ini. Berbeda dengan Tenten yang selalu siap di tempat syuting, ia tidak terlibat langsung di lapangan. Naruto paling pergi hanya kalau diberi tugas di sana. Jika tidak, ia hanya mengerjakan pekerjaan lain di kantor tapi masih berkaitan dengan variety shownya. Konsep acaranya yaitu penonton akan dihibur dengan kekonyolan para member lawak kenamaan Jepang yang ditantang untuk menyelesaikan beberapa misi. Selain itu ada segmen dimana para member berburu makanan jepang, dan ditantang untuk memakan makanan dengan porsi jumbo, serta segmen kamera tersembunyi yang mengetes satu persatu reaksi para member dalam menghadapi situasi tertentu yang pastinya membuat penonton tertawa terbahak-bahak ketika menonton acara ini.Tentunya semua sudah dipersiapkan dengan baik dan matang tanpa hambatan.


Kenapa Naruto tidak ikut sibuk mengambil bagian langsung di lokasi syuting? Alasannya karena ia pernah dengan kurang ajar menolak  promosi yang diberikan bosnya 1 tahun yang lalu. Padahal ia ditawari menjadi executive produser, tentu saja itu kesempatannya untuk bisa naik tingkat tapi dengan bodohnya ia malah menolak. Bosnya tentu saja murka. Alasan Naruto menolak juga konyol, ia tidak bisa berbisnis. Jelas-jelas sekarang ia mempunyai bisnis sendiri. Tidak ada yang mengerti jalan pikiran anak itu. Mungkin bosnya ingin ia merefleksikan diri atau entahlah. Makanya sekarang Naruto hanya berkutat di dalam ruangan saja, antara ruang meeting dan di depan komputer.


Drrtt.drrrtt..

Ponsel Naruto bergetar.Menandakan ada sms masuk. Naruto kemudian menghentikan aktivitasnya dan membuka layar ponselnya.


*tayang hari Minggu jam 16.00*


Naruto menyunggingkan senyuman ‘jackpottt!!’ batinnya.


*thank you*


Balas Naruto kepada orang yang entah siapa.

Naruto pasti sangat puas akan hasilnya nanti. Dan dia yakin dia pasti menang melawan Tenten. “Persaingan ketat ya?” gumamnya lagi dengan masih menyunggingkan senyuman.

.

.

.

Hari penayangan.

Tim Naruto sedang menonton tayangan variety show mereka dengan sangat puas bersama. Naruto yang berada di kursi melakukan hal yang lain, yaitu menonton variety show Tenten menggunakan ponsel. Tentu saja ia lebih penasaran dengan ide serta konsep dari tim Tenten. “Lucu juga” gumam Naruto. Kadang ia tertawa sendiri, kadang tidak. Tapi ia lebih sering mendengar teman-temannya yang tertawa sekarang menonton variety show mereka. 50 menit sudah berlalu, tayangan variety show Tenten yang Naruto tonton sudah selesai. Ia kemudian menghampiri tempat teman-temannya menonton variety show mereka yang masih tayang 15 menit lagi kemudian ikut menonton.


Prok..prok..prok..


Tepuk tangan penghuni ruangan.Sekarang mereka sudah selesai menonton. Semua saling menunduk memberi hormat, tanda terimakasih mereka atas kerjasama tim yang menciptakan konsep semenarik ini.


“Selamat Naruto” ucap Sai menepuk pundaknya.


“Selamat juga untukmu Sai” katanya sambil tersenyum. Kemudian berkata pada timnya yang siap mendengarkan.


“Semua ini atas kerjasama kita baik dari tim kreatif atau tim produksi, kita patut berbangga karena dapat memberikan ide dan konsep seperti ini. Walaupun begitu, jangan berpuas hati dulu.Perjalanan kita masih panjang dan kita masih harus berbenah lagi. Semoga kita lebih semangat dalam mengembangkan bakat dengan memberi konsep dan ide yang lebih menarik lagi di masa depan. Semangatt!!” ucap Naruto pada timnya. Semua kemudian bertepuk tangan dengan bahagia. Mereka kemudian bersiap untuk mengikuti pertemuan rutin untuk membahas kembali persiapan untuk episode mendatang yang sudah Naruto buat sebelumnya bersama tim produksi.


Sedangkan di tempat sekarang Tenten berada, ia masih terlihat sibuk membuat salinan script untuk para kru yang membutuhkan. Dia masih tidak tenang sama sekali dari kemarin, kalau rating belum keluar rasanya ia belum bisa tenang. Tenten memang seperti ini, cemas berlebihan jika menyangkut pekerjaan. Apalagi jika pekerjaannya tidak selesai atau seperti sekarang ini dilanda penasaran. Ia terlalu takut kalau ratingnya di bawah variety show Naruto, ia memang menyukai tantangan tapi kalau kalah dari Naruto itu akan memalukan, terlebih taruhannya sangat menggiurkan. Walau dia belum dengan serius memikirkan apa yang ingin dimintanya pada Naruto, yang penting menang dulu pikirnya.


Beberapa hari lagi rating perminggu dirilis. Sebenarnya bukan itu yang Naruto dan Tenten tunggu. Tapi ulasan rating perbulan untuk semua variety show yang tayang di tv karena mereka berdua sepakat jika rating perbulan sudah keluar maka itu akan menentukan siapa pemenangnya dan yang pasti salah satu permintaan sudah siap dikabulkan, Jadi Naruto harus menunggu satu bulan lagi. Menunggu dia bakal didepak dari kehidupan Tenten selamanya atau harapannya yang akan terkabul. Kita lihat saja nanti.

.

.

.

Hari H Pengumuman Kemenangn


Tenten POV


Rating sudah keluar. Aku menunggunya sambil harap-harap cemas. Aku sekarang sedang berada di rumah, di depan komputerku. Hari ini aku berlibur sendiri, lebih tepatnya tidak bekerja karena sedang terserang flu. Walau begitu aku tetap menantikan dengan cemas hasil survey Nailsin Jepang, penyelenggara survey rating televisi pada bulan ini yang akan mengeluarkannya pada website resmi mereka. Dan di sinilah aku, bersiap di depan komputer, mengetikkan alamat website mereka, dan mengklik mousenya. Aku lihat sebentar, kemudian dengan yakin masuk websitenya. Setelah itu ada laman rating acara perbulan. Walau tidak siap, aku harus menekan enter. Klik!


Loading….


Rating Program TV Bulanan

01…………………….

02. Take The Challenge 6.7% - RinsTv

03. Tsuyoi Kokoro 5.5% - NoteTV

04……………………..

.     . .     . . .     . . . .

Aku diam membatu di depan computer untuk beberapa saat. Setelah itu berjalan dengan sangat lesu kembali ke tempat tidur, melemparkan tubuhku ke kasur, mengambil selimut dan menutupi seluruh tubuhku yang dingin bak mayat hidup lalu berteriak.


“aaaaaaaaaarrrrrgggghhhhh aku kalaaaaaaaaahhhh!!!”

.

.

.

Naruto POV


Aku memejamkan mataku sambil tak henti-hentinya menyunggingkan senyuman. Akhirnya aku benar-benar bisa bernafas lega. Aku sudah melihat apa yang tertera di sana. Sekarang waktunya melancarkan aksiku yang selama ini selalu tertunda. Aku akan pergi sebentar, setelah itu satu minggu kemudian aku akan datang lagi menemui dirinya yang pasti sudah menunggu apa yang akan kuminta darinya hehe kau tunggu saja Tenten aku akan segera datang padamu sebentar lagi.


Normal POV


Kini Tenten sedang berada di depan kantor Naruto berharap ia ada di dalam sana. Ia bingung kenapa repot-repot datang ke sini. Padahal jarang-jarang ia bisa pulang secepat ini, seharusnya ia di rumah saja, melakukan aktivitas menyenangkan, misalnya menonton film atau memasak, tapi nyatanya dia berada di sini, mencari Naruto bukan hal yang biasa.


“Kemana sih anak itu! Dan kenapa aku repot-repot datang ke sini?” Rutuk Tenten.


“Tenten!!” panggil seseorang. Tenten kemudian menoleh. Orang itu menghampirinya.


“Ah, Temari-san???” ternyata yang memanggilnya adalah Temari.


“Ada apa kau ke sini??” Tanya Temari.


“Oh? Tidak ada aku hanya emm mencari Naruto” Jawab Tenten berharap kata katanya yang ‘mencari Naruto’ tidak keluar tapi sudah terlanjur ia katakan.


“Naruto? Ah Sayang sekali dia baru saja pergi” kata Temari menyesal.


“Oh begitukah?” Temari dapat melihat ada kekecewaan di sana. Kemudian dia iseng bertanya.


“Oya Tenten Aku mau tanya! Kau dan Naruto ada sesuatu yaa?”


“Hah? A-aku dan Na-naruto ada apa maksudmu? Kami tidak ada apa-apa” jawab Tenten terbata bata. Tidak biasanya dia salah tingkah seperti ini. Apalagi menyangkut Naruto.


“Beneran??? Bukannya kaauuuuu……”

“Aaah apasih temari-san kau salah paham. Hehe Sudahlah kalau begitu aku pergi yaa”


“Eh. Tunggu!” Tenten tidak menghiraukan panggilan Temari karena dia sangat gugup saat ini. Tenten juga heran mengapa dia segugup ini. Apakah takut dengan taruhan yang Naruto nanti minta atau karena keberaniannya datang mencari Naruto dan ketahuan oleh Temari? Ia sendiri sangat bingung saat ini. Tenten masuk ke dalam mobilnya, dan bergegas pergi dari parkiran kantor Naruto. Temari hanya bengong melihat dari kejauhan. Saat itu Naruto keluar dari dalam kantor menghampiri Temari.


“Jahat sekali kau menyuruhku berbohong bilang bahwa kau sudah pulang. Ada apa sih antara kalian berdua?” Cecar Temari. Naruto hanya tersenyum dan tanpa menatap si penanya berkata.


“Lihat saja nanti” Jawab Naruto dengan ekspresi senang.


“Sudah yah aku pulang dulu. Oya arigatou bantuannya” lambai Naruto kepada Temari yang lagi-lagi bengong melihat tingkah sahabatnya itu.


“Ada gila-gilanya ni orang” Batin Temari kemudian kembali masuk ke dalam kantor.

.

.

.


Sudah satu minggu semenjak pengumuman rating TV perbulan diumumkan. Tapi Tenten masih tidak mengerti kemana Naruto pergi, apa dia melupakan taruhan itu? Seminggu ini dia tidak melihat Naruto, baik di apartemen atau dimanapun yang kira-kira Naruto berada. Tenten cemas, tentu saja. Karena ia tidak mau berhutang dan taruhan mereka menggantung begitu saja. Janji tetaplah janji kata Tenten.


“Baiklah!Semoga saja dia lupa!!”Rutuk Tenten kesal. Ia sekarang sedang menikmati waktu liburnya pada hari minggu. Ia menunggu Hinata datang, karena mereka sudah berjanji bertemu di di depan salah satu bioskop untuk nonton bersama.


“Tenteeeen!!!” Sang empunya nama menoleh ke arah suara yang memanggilnya. Sambil melambai-lambaikan tangannya diantara dua pria. Tepat di sana, di samping Hinata, ia melihat seseorang yang hampir satu minggu ini tak pernah dilihatnya, Naruto. Tangannya Hinata gandeng.


“Tunggu! Kenapa Hinata bawa dua orang itu? Terlebih ada Naruto… Apa ini kencan buta? Atau double date? Tapi diantara kami tidak ada pasangan beneran, yang benar saja Hinata? Mending aku tidak datang tadi kalau begini” Omel Tenten dalam hati. Hinata melepaskan gandengannya dari Naruto kemudian berlari ke arah Tenten.


“Hheeeei! Hinata kau apa-apaan sih bawa mereka segala? Jangan bilang kau mau jodohkan aku ya dengan Sasuke” rutuk Tenten pada Hinata.


“Haha apa? Tidak mungkinlaaah” Hinata mengeles.


“Lalu kenapa kau membawa pria-pria itu?” Bisik Tenten pada Hinata karena beberapa detik lagi kedua pria yang dibicarakan akan segera sampai dihadapannya.


“Kau ikut saja katakuu” Kata Hinata sok menenangkan. Naruto dan Sasuke berhenti tepat di depan kedua wanita ini.


“Ayoo masuk!” Ajak Hinata sambil ia gandeng lengan Naruto dan Tenten. Sasuke membuntuti dari belakang. Sekarang mereka sudah berada di dalam bioskop. Hinata duduk di samping Naruto sedangkan Tenten dipaksa oleh Hinata duduk diantara Naruto dan Sasuke. Tenten menurut saja tidak mengerti padahal ia sendiri ingin didekat Hinata dan jauh dari Naruto. Tapi sepertinya keinginannya tidak didengar oleh Kami-sama. Terpaksa dia duduk saja. Film akhirnya dimulai. Diawali dengan suara nyanyian seorang wanita tua yang kedengarannya sangat seram. Ya! Saat ini mereka sedang menonton film horror. Tapi Tenten tidak bisa fokus karena ia terus memikirkan nasib apa yang akan menghampirinya nanti dan masih bingung dengan Naruto yang belum juga meminta apa apa padanya padahal Tenten sangat penasaran. Mereka berdua belum pernah berbicara sekalipun seminggu ini atau bertemu di apartemen. Tenten juga memikirkan detik-detik saat ia mencari Naruto dan ketahuan oleh Temari, apakah Temari akan memberitahu Naruto bahwa ia mencarinya. Bisa bisa Naruto kepedean dan dijadikan bahan keisengan untuk menggoda Tenten nanti. Tanpa sadar Tenten menoleh kepada Naruto tapi kemudian yang dia lihat Naruto melihat dirinya entah sudah berapa lama. Tenten mengerjap ngerjapkan matanya siapa tau dia salah lihat Naruto yang menatapnya. Walau sedikit gelap dapat Tenten lihat Naruto benar benar memandang dirinya dengan intens tanpa mengalihkan pandangan sedikitpun ke sekeliling. Buru-buru Tenten memalingkan wajahnya ke depan.


“Ada apa dengan Naruto? Ke-kenapa dia sangat tampan saat melihatku seperti itu. Ihh apasih yang ada dalam pikiran ku?” kata Tenten dalam hati. “Haruskah aku menoleh lagi ke dia? Nanti kalau dia lihat lagi, aku harus apa?” Tenten berusaha meyakinkan diri untuk kembali melirik Naruto, ia berencana untuk mengatakan bahwa ia ingin berbicara masalah taruhan itu kepada Naruto. Perlahan lahan Tenten memutar kepalanya kearah Naruto. Saat ini Naruto tidak melihatnya lagi, ia sibuk memfokuskan matanya untuk menonton film seram itu. Tenten memandang Naruto dan tiba tiba ia menjadi gugup dan mengurungkan niatnya untuk berbicara pada Naruto. Tidak biasanya ia salah tingkah di depan Naruto seperti ini. Sungguh aneh bantin Tenten. Saat suasana di dalam bioskop sangat mencekam dan terdengar teriakan ketakutan wanita-wanita di sekeliling yang menonton juga, Tenten merasakan tangan kanannya digenggam oleh Naruto. Sangat lembut sampai-sampai Tenten membiarkan cowok di sampingnya itu menggenggam tangannya. Tenten speechles dan kembali melirik Naruto. Naruto masih lurus menatap layar bioskop seperti tidak berdosa sudah menggenggam tangan Tenten tanpa ijin. Tenten salah tingkah tidak tau harus bereaksi seperti apa, dia sangat bingung dan hanya bisa diam. Naruto menggenggam tangannya erat kali ini. Ada rasa menggelitik di dada Tenten, sudah lama dia tidak merasakan sentuhan laki-laki. Terakhir dengan Sasori Senpai tentunya. Wajahnya panas menandakan dia malu, bercampur aduk. Lampu Bioskop menyala menandakan film sudah berakhir, Naruto dan Tenten belum beranjak dari kursi, dengan Naruto yang masih menggenggam tangan Tenten. Beberapa orang melewati mereka berdua untuk segera keluar, Sasuke dan Hinata? Yang Tenten lihat mereka berdua sudah keluar sebelum film berakhir. Tenten masih menunduk malu. Tidak punya kekuatan untuk melepaskan genggaman Naruto atau sekedar bertanya mengapa dia melakukan itu, mungkin Tenten nyaman atau penasaran apa yang akan dilakukan Naruto selanjutnya.


Bioskop sudah sepi. Hanya ada mereka berdua yang duduk di sana dan beberapa orang petugas kebersihan yang sekedar mengecek apakah ada sampah yang dibuang penonton sembarangan. Tanpa menghiraukan mereka, Naruto berbisik kepada Tenten.


“Mau jadi pacarku?”


Tenten cengo menatap Naruto. Ia tidak bisa berkata-kata apalagi. Terlalu terkejut untuk pertanyaan ini. Jantungnya berdegup sangat kencang dan serasa mau copot. Tidak tau harus menjawab apa, Tenten memalingkan mukanya.


“Kalau kau belum siap menjawabnya tidak apa-apa. Akan aku tunggu. Tapi aku berharap kau membalas perasaanku Ten. Saat itu terjadi, aku gak akan melepaskan tangan ini. Melepaskanmu” Tenten masih terdiam. Karena tidak ada jawaban, Naruto melepaskan genggaman tangannya, ia berfikir mungkin saja Tenten tidak nyaman dan belum siap menerima cintanya. Apakah tindakannya terlalu agresif? Sesal Naruto. Bagaimana kalau Tenten tidak mau berbicara padanya setelah ini? Tapi ini waktu yang tepat bagi Naruto mengungkapkan cintanya, cinta yang selama ini ia pendam lama sudah tidak bisa ia tahan lagi. Maka dari itu ia beranikan diri dan memang sudah merencanakannya, perasaannya harus dia sampaikan hari ini juga. Harus. Naruto kemudian berdiri dan mengulurkan tangannya pada Tenten.


“Yukk. Mungkin Sasuke dan Hinata sudah menunggu kita berdua di luar” ajak Naruto sambil tersenyum pada Tenten. Tenten menengadahkan kepala menatap Naruto yang Tenten lihat entah kenapa ada bunga bermekaran di sekeliling wajah Naruto. Sedetik kemudian Tenten sadar dan melihat uluran tangan Naruto. Apakah Tenten menerima uluran tangannya? Atau sebaliknya, mungkin karena malu ia pergi saja tanpa menerima uluran tangan tersebut? Kita lihat di next chapter yaaaa….. ^_^

.

.

.

To be Continue..


Pic. From Google

Rabu, 25 Agustus 2021

Cinta Yang Kreatif : Chapter 7

 1 tahun 6 bulan sudah kami lalui di kelas ini. Berarti satu semester lagi sampai akhirnya kami lulus dan berakhir pula kisah cintaku yang diam-diam ini. Saat ini Tenten masih berada di sampingku, memperhatikan dosen yang entah menjelaskan apa, aku tidak terlalu memperhatikan. Aku hanya tertarik memperhatikan Tenten yang sangat fokus. Temanku Temari kadang menyenggolku kala dia duduk di samping kami, aku cuek toh dia tahu aku sangat menyukai Tenten. Sakura saja tidak kuberitahu kalau aku menyukai seseorang. Hanya Temari dan Sasuke yang tahu karena mereka selalu bersama ku di kampus.


“Gak berencana minta nomor hapenya?” Tanya Temari saat kelas sudah berakhir. Tenten? Pergi bersama kekasihnya seperti biasa.


“Haruskah???” Aku alihkan pandangan ke luar jendela dan menjawabnya malas.


“Kau gimana sih? Kalau cinta ya harus diperjuanginlah!” kata Temari padaku. Dia memang benar aku harus memperjuangkannya, tapi aku masih tidak yakin apa bisa bersaing dengan senpai yang sudah jelas adalah kekasihnya. Aku bukannya tidak pede. Aku hanya tidak ingin memaksakan diri, aku tidak ingin membuat dia canggung melihatku dan akhirnya membuat kami saling menjauh. Tentu saja aku tidak mau merasakan sisa semester tanpa Tenten.


“Sudahlah. Kalau jodoh pasti bertemu kok” jawabku santai. Sambil melengos pergi diikuti dengan Temari. Setelahnya aku tidak tahu bagaimana, apakah aku dan Tenten bisa bertemu lagi atau berakhir saat kami lulus. Aku hanya menjalani apa yang ada sekarang dan tidak ingin repot-repot merencanakan masa depan terlebih dengan yang namanya cinta. Sudah cukup ku rasakan, cinta pertamaku Tenten.


Hari kelulusanku tiba, 2 bulan lalu saat mata kuliah kami berakhir, aku terakhir kali melihatnya. Ia hanya mengatakan selamat padaku tanpa mengucapkan kata-kata perpisahan. Aku hampir menangis melihatnya pergi sendiri kali ini, tanpa dijemput oleh pacarnya. Aku tidak ingin melewati kesempatan terakhir bersamanya, jadi aku buru-buru mengejarnya yang sudah keluar pintu kelas. Saat aku keluar, aku melihat ia ditarik-tarik Sasori senpai. Dari wajahnya aku tahu dia tidak ingin dipaksa apalagi ikut dengan senpai. Aku menatap tajam, yang kurasakan aku sangat marah melihat Tenten ditarik tarik paksa. Dengan berani aku berjalan mengahampiri mereka, tapi keburu ditahan oleh seseorang yang sangat kuat mencengkram bahuku. Aku menoleh, ku lihat Sasuke menatapku tajam. Di sampingnya ada Temari.


“Jangan ikut campur” kata Sasuke dingin. Aku ingin mengabaikan tapi dia menarikku menjauhi Tenten.


“Lepaskan dobe!” teriakku pada Sasuke. Temari masih mengekori kami dengan cemas. Sasuke menghempaskan ku ke depan di dalam ruang kelas.


“Jangan ikut dalam urusan mereka” kata Sasuke berusaha menghentikanku.


“Aku tidak peduli!” jawabku ingin kabur. Tapi Sasuke menghadangku.


“Egois sekali kau ini! Apa kau tidak kasian pada gadis itu? Kalau kau datang, malah membuat dia makin malu, dan kau mau hubungan kalian jadi canggung selamanya hah?” Jelas Sasuke. Aku masih emosi.


“Sudahlah kalian berdua jangan sampai kalian berdua yang bertengkar” Kata Temari menengahi.


“Dia ini bodoh! Harus dikasari baru bisa mengerti. Kalau kau menyukainya kenapa tidak dari dulu kau bilang?” Sasuke agak berteriak padaku. Aku langsung menyesal. Aku belum siap batinku. 


“Aaaarggghh!!!” Teriak ku frustasi.


“Tenang Sasuke! Naruto sudahlah. Seperti yang kau bilang kalau jodoh, kalian pasti bertemu. Tenang saja dia pasti bisa menyelesaikan sendiri masalahnya. Semangatlah!” ucap Temari menyemangati.


Hari ini saat kelulusan dan hari wisuda angkatan XXI, aku tahu dia seangkatanku tapi aku tidak melihatnya sama sekali. Yang seharusnya jadi hari bahagiaku, aku malah terlihat murung. Padahal ibu dan ayahku datang, Sakura sahabatku juga. Semua berbahagia untukku. Kemudian aku putuskan melupakan sebentar cerita cinta dalam diamku tapi tidak akan pernah lupa selamanya. Dia, dimanapun berada aku akan menemukannya.

.

.

“Tulips Apartemen nomor 201? Baiklah terima kasih, akan aku transfer uangnya”


“Moshi-moshi? Bisa kau carikan aku apartemen di daerah xxxx yang namanya Tulips apartemen? Aku ingin di nomor 200 atau 202. ….. Baiklah! Mohon bantuannya. Terima kasih”


Hehee~ apa aku terlihat sedikit seperti psikopat atau penguntit? Kau benar, tapi aku bukan kedua-duanya. Aku menyewa seorang detektif swasta untuk menemukan dimana Tenten tinggal. Maafkan aku karena melakukan ini, aku hanya penasaran. Aku tahu setelah dia lulus, ternyata ia pergi ke Korea Selatan untuk melanjutkan studinya dan ku dengar ia sudah putus dari Sasori senpai. Yes batinku! Saat ia di Korea Selatan aku tidak tahu aktivitasnya. Jadi aku menunggu sampai ia lulus dan kembali ke Jepang. Aku yakin dia pasti akan kembali.


Setelah itu aku mendengar dari Temari bahwa dia sudah kembali dan bekerja di perusahaan kecil. Aku kemudian menyewa detektif swasta, menyuruhnya mencari tempat tinggal Tenten. Setelah aku tahu, aku kemudian minta temanku yang lain mencarikan apartemen tempat tinggal Tenten dan kusuruh ia menyewa kamar 200 atau 202 yang kosong. Yang jelas harus bersebelahan dengan Tenten. Dan aku berhasil.


Aku bersiap pindah tepat saat Sakura pergi ke London tiba-tiba tanpa memberitahuku. Aku sudah pamit pada ayah dan ibu. Ibu sempat tidak setuju karena kami jadi jarang bertemu. Tapi aku yakinkan dia, aku akan mengunjunginya sesering yang aku bisa. Ibu setuju.


Aku telah sampai di depan pintu 202, nomor apartemenku. Aku melirik pintu di sampingku yang kebetulan berdekatan. Kemudian aku tersenyum, membuka kode apatemenku dan masuk ke dalam. Keesokan harinya, aku bermaksud keluar mencari udara segar. Tidak menyangka setelah 3 tahun tak bertemu, aku akhirnya melihat wajah itu. Wajah yang selalu aku idam-idamkan selama ini, yang membuatku bisa berada di sini. Setelah aku keluar dari apartemenku, ia berada di depan pintunya sepertinya ingin masuk ke dalam. Harapanku akhirnya menjadi kenyataan. Ia melihat ku terkejut. Rambutnya masih terlihat sama, dicepol dua. ‘Cantik!’ Batinku.


“Naruto???” kagetnya. “Kau tinggal di sini? Sejak kapan?” Tanyanya.


“Ah Tenten, aku baru saja pindah kemarin” Jawabku.


“Benarkah? Wow kebetulan sekali. Ini rumahku” Katanya menunjuk pintu di hadapannya.


“Sepertinya aku tidak bertanya” Kataku usil. Ia mendengus kesal.


“Lama tak kelihatan, kau tambah tinggi ternyata!” berarti dia memperhatikanku. Memang benar, aku bertambah tinggi 2 cm. Kini tinggiku 177 cm.


“Dan tampan, benarkan?” kataku pede.


“Wah kau tidak berubah. Masih tetap pede dan menyebalkan!” kami berdua kemudian mengobrol sebentar. Begitu seterusnya. Hari-hari kami lalui dengan mengobrol atau bertengkar, karena aku sangat suka menjahilinya. Aku senang. Sangat-sangat senang! Tapi lagi-lagi aku harus menemukan kenyataan pahit. 1 tahun berlalu aku masih merasa baik-baik saja saat itu. Tapi setelah Tenten mulai bekerja di NoteTV, aku mendengar rumor aneh. Aku sangat senang tentu saja karena Tenten bekerja pada bidang yang sama denganku, walau berbeda tempat kerja. Tapi lagi-lagi yang membuatku hampir menangis adalah, Tenten dirumorkan berkencan dengan salah satu bos di departemen produksi di kantornya. Lebih parahnya lagi, rumor itu mengatakan Tenten bisa masuk, bukan karena prestasinya, tapi karena bosnya yang membantu agar dia bisa bekerja di stasiun TV itu. Tentu saja aku tidak percaya, karena selama aku mengenalnya dan satu mata kuliah, dia sangat terkenal cerdas.


Makin hari aku makin merasa tidak nyaman dengan rumor yang beredar. Aku merasa marah sekaligus kesal karena selalu seperti ini, saat kami bertemu dia selalu dimiliki oleh oranglain. Selalu oranglain yang mencuri start, apakah Tenten memang bukan jodohku? Apa aku harus menyerah saja? Setelah itu aku putuskan untuk tidak mendekati Tenten seperti biasa. Saat bertemu aku menyapa seadanya. Tidak ada obrolan yang terlalu sering.


Sampai pada saat aku tanpa sengaja melihat dari kejauhan, Tenten sedang kesal pada mobilnya yang berada di pinggir jalan. Aku iseng menghampiri, siapa tahu dia sedang kesulitan. Bukan maksudku modus, hanya saja aku tidak bisa membiarkan dia seperti itu. Anggap saja sekedar teman yang hanya ingin membantu. Aku hentikan mobil di belakang mobilnya, ia melihatku keluar.


“Oh, kau Naruto?”


“Ada apa?” Tanyaku.


“Mobilku tiba-tiba mogok. Tidak pernah dia secerewet ini” aku melihat raut wajahnya kesal memandangi mobil mira e:s nya yang tak bernyawa. Ya memang tidak.


“Aku akan menghubungi mobil derek. Kau tunggulah sebentar” Aku dengan sigap langsung menghubungi layanan mobil Derek yang nomornya memang selalu standby dalam hapeku. Selang beberapa lama mereka datang. Aku kemudian meminta mereka menuju bengkel kenalanku. Kami mengikuti mereka dengan Tenten yang berada di dalam mobilku. Lalu aku berbicara dengan pihak bengkel, karena Tenten tidak mengerti dengan hal-hal yang seperti ini. Ia hanya mendengarkan. Setelah itu aku menawarinya tumpangan pulang.


“Terima kasih Naruto jika tidak ada kau mungkin aku masih luntang-lantung tidak tahu harus berbuat apa” katanya.


“Ah tidak masalah. Aku senang membantu. Kau masuklah.” Kataku pada Tenten. Ia mengangguk. Kami berdua bersamaan masuk ke dalam apartemen masing-masing.


Setelah beberapa hari insiden itu terjadi, aku mendengar bahwa rumor yang selama ini aku salah pahami, ternyata tidak benar. Tenten tidak pernah berpacaran dengan Direktur Kreatifnya, Rock Lee ataupun menerima perlakuan khusus. Ia bekerja di sana memang benar-benar atas usaha sendiri. Aku menyesal seperti orang bodoh, karena tidak bertanya sendiri pada Tenten. Aku tidak berani bertanya, takut merasa canggung. Aku putuskan untuk benar-benar serius kali ini, mendekatinya tanpa perasaan diam-diam lagi, aku serius menunjukkannya dengan caraku sendiri pastinya. Aku tidak mau melepaskan Tenten lagi. Tidak akan!


Pertama-tama aku menantangnya. Aku tahu ia sangat suka sekali tantangan. Aku menantangnya membuat variety show atas ide serta konsep yang masing-masing kami buat, kebetulan TV kami dan stasiun TVnya bersaing ketat dan kami sama-sama berencana membuat variety show baru. Kesempatan yang hebat pikirku. Aku sekaligus memintanya bertaruh, aku memang menyebalkan dari dulu ku akui, jadi aku bilang padanya untuk meminta apa saja yang dia inginkan dariku, termasuk menjauhinya akan aku lakukan, jika aku yang kalah. Begitu juga sebaliknya, kalau dia yang kalah aku bisa meminta apapun yang sudah ku pikirkan jauh-jauh hari sebelum aku memintanya bertaruh. Aku sih pede saja akan menang darinya, bukannya aku sombong. Aku hanya terlalu yakin pada diriku sendiri. Karena ini kesempatan emas bagiku untuk mendapatkan dia.


Flashback End

.

.

“Narutoooooo!! Baka, ibu dan ayah mau pulang. Keluarlah” kejut ibu mengagetkan ku yang sedang mengingat momen-momen lama bersama Tenten. Aku kemudian bangkit berdiri menuju pintu dan membukanya.


“Ibu sudah memasukkan makanan-makanan ke kulkasmu. Kau jangan lupa menghangatkannya nanti ya dan maafkan ibu memperlakukanmu seperti itu tadi.” Sesal ibu padaku.


“Aku juga minta maaf bu sudah bersikap kekanankan” aku kemudian memeluknya. Ayah hanya melihat kami berdua sambil tersenyum. Memang begitulah kami berdua. Bertengkar sebentar, setelah itu langsung baikan. Kadang aku menyogoknya dengan uang agar dia berhenti memarahiku. Tentu saja dia senang. Tapi setelah itu aku disiksa lagi. Aku lalu melepaskan pelukan.


“Kalau begitu kami pulang ya?” Kata ibu padaku.


“Baiklah, hati-hati kalau begitu” balasku. Aku juga memeluk ayah setelah itu. Ayah berbisik padaku.


“Sampaikan salam ayah pada pujaan hatimu kkk” aku tersenyum. Tadi saat aku memperkenalkan Tenten pada mereka aku iseng berbisik mengatakan pada ayah bahwa Tenten adalah pujaan hatiku. Tentu saja tanpa diketahui ibu maupun Tenten aku berkata seperti itu.


“Sudah, ayo kita pergi” ajak Kushina menghentikan acara berpelukan kami. Aku kemudian melepaskan pelukannya.


“Baiklah ayah, sampai jumpa” mereka berdua kemudian pulang. Aku mengantarkan sampai bawah, sampai mereka hilang dari pandanganku. Setelah itu aku kembali menuju ke atas, apartemenku. Tidak ada lift di sini. Hanya ada tangga. Saat aku naik, aku lihat Tenten kesulitan membawa dua buah kantong plastik berisi sampah sepertinya. Aku lihat tangannya baik-baik saja sekarang. Aku menghampiriya, mengambil kedua plastik tersebut tiba-tiba yang sukses membuatnya terkejut. Sekarang jam 9 pagi. Aku terlambat bekerja. Tidak apa-apalah lagipula aku sudah sering terlambat.


“Ih apa-apaan sih kau ini? Sudah aku bisa sendiri” katanya. Tanpa menjawab aku langsung turun saja ke bawah mengantar kedua plastik ini. Ia otomatis mengikuti tanpa protes lagi. Aku kemudian bertanya padanya.


“Belum pergi bekerja?”


“Emm aku tidak masuk hari ini” Jawabnya singkat.


“Syukurlah!” jawabku. Kemudian ada aura-aura yang tidak enak. Aku otomatis menoleh padanya yang berada di belakang ku. Ia menatap tajam, lagi.


“Kenapa?” ku Tanya sok polos.


“Kau senang ya? Akhirnya aku tidak maksimal mempersiapkan variety baruku. Kau senang ya ada tanda-tanda menang??”


“Aku lebih senang kau memulihkan semangat dan tubuhmu itu. Agar nanti siap menerima permintaanku?”


“Apa?? K-kau apaan sih? Me-memang permintaanmu apa kalau kau menang? Pokoknya jangan bawa-bawa tubuh ya! Aku tidak mauuuuuuuuuuuuu!!! Dan aku akan menang!!!” teriaknya yang sukses membuat orang lewat terkejut. Aku hanya tertawa. Kami sudah sampai di depan apartemen sekarang yang memang tersedia tempat pembuangannya di dalam tong. Aku kemudian memilah milah, yang ternyata sudah dia bungkus rapi dan tulis, sampah apa saja yang perlu dibuang di sini. Aku memasukkan sampah-sampah tadi ke dalam tong sesuai yang tertulis di sana tanpa kesulitan. Dia menatapku entah apa yang dipikirkannya.


Aku selesai. Setelah itu kami berdua naik kembali ke atas. Tanpa pembicaraan, tanpa pertengkaran. Sesuatu yang jarang menurutku. Aku meliriknya, kemudian ia balik melirik.


“Apa yang kau lihat?” Tanyanya.


“Tidak ada” Jawab ku singkat. Ia kembali menatap ke depan. Aku tidak percaya bisa setenang ini bersamanya. Mungkin dia lelah bertengkar denganku. Memulai pembicaraan saja tidak, biasanya dia selalu mencerca ku saat aku memulai menjahilinya siih. Tapi, kali ini aku enggan. Aku sangat senang kadang seperti ini, kadang seperti yang biasa kami lakukan, bertengkar. Yang penting bersamanya, apapun yang kami lakukan aku selalu senang.


“Terima kasih” ucapnya saat kami tiba di depan pintu apartemen masing-masing. Dia kemudian ingin masuk tapi ku hentikan.


“Ten!”


“Ya?” Jawabnya sambil menatapku, aku juga menatapnya. Aku sangat ingin mengatakan sesuatu yang kutahan-tahan terus tiap bersamanya, tapi lidah ini selalu kelu tidak bisa mengeluarkan kata-kata itu. Belum saatnya mungkin. Aku kemudian mengatakan yang lain.


“Kalau butuh bantuanku bilang saja”


“Baiklah” jawabnya singkat.

.

.

Normal POV


Naruto dan Sasuke saat ini sedang berada di sebuah restoran yang kemarin ia kunjungi. Ini adalah jam makan siang. Naruto ingin sekali menyantap ramen. Ia ketagihan. Sedangkan Sasuke yang duduk di sebelahnya memesan udon dan tempura. Sambil menunggu makanan datang, mereka berdua kemudian berbincang yang tidak terlalu penting-penting amat. Beberapa saat kemudian, Temari datang bersama Karin. Mereka kemudian duduk bersebelahan, berhadapan dengan kedua lelaki tampan ini.


“Eh kita seperti kencan buta yah?” ucap Karin.


“Heeheee…” Temari hanya tertawa palsu. Naruto melirik Temari sambil bergumam gumam ‘kenapa kau bawa dia juga?’


‘maaf maaf! Dia sendiri yang mau ikut’ ucap Temari tanpa mengeluarkan suara. Naruto kemudian melirik Sasuke yang berada di sebelahnya tidak ada respon masih sibuk mengutak atik handphonenya. Karin masih sibuk melihat-lihat menu.


“Kau mau pesan apa Temari?” Tanya Karin.


“Aaah?? Ini saja okonomiyaki.” Jawab Temari.


“Kalau begitu, aku salad saja” ucap Karin


“Tumben! Kau yakin tidak kelaparan makan salad saja? Tadi katanya laparrr sekali” ucap Temari.


“Oh, aku lagi program diet” Jawab Karin. Naruto dan Temari saling tatap. Sasuke? Cuek. 


“Oya Sasuke-kun kau sudah pesan?” Tanya Karin sok lembut.


“Sudah” Jawab Sasuke singkat. Sepertinya Karin menyukai Sasuke. Kemudian ia bertanya lagi.


“Sasuke-kun makanan kesukaanmu apa?” belum sempat Sasuke menjawab, dua orang manusia berbeda gender masuk ke dalam restoran.


“Narutoooooo~” Yang dipanggil auto menoleh ke arah pintu masuk. Hinata berlari menuju Naruto meninggalkan Kiba sendirian. Kiba hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah bucin temannya. Hinata kemudian mengambil kursi di meja lain kemudian dia taruh dekat Naruto.


“Kiba kau ambil kursi di sana dan duduk di situ ya!” Tunjuk Hinata ke arah depannya antara Sasuke dan Karin. Kiba mengikuti perintah. Temari dan Karin kebingungan. Sasuke cuek. Hinata mulai meracau.


“Narutooo~ terima kasih sudah mau menolong Tenten ya. Kalau tidak ada kau mungkin dia? Ah aku tidak sanggup! Penjahat itu benar-benar membuatku marah!!!”


“Sstt pelankan suaramu Hinata” sergah Kiba! Naruto hanya tertawa-tawa saja.


“Iya, siapa sih gadis ini datang-datang main ribut saja?” Temari ikut menimpali.


“Diam kau Kiba!! Dan kau, ah terserahlah! Eh, Naruto jangan ketawa-ketawa aja deeh~ Jawab dong rasa terima kasihku” pinta Hinata.


“Haha iya iya. Aku senang membantu” jawab Naruto


“Gitu dong~” ucap Hinata dengan nada manja.


“Memangnya Tenten kenapa?” Tanya Temari.


“Kalau ku bilang memangnya kau kenal siapa itu Tenten?” Tanya Hinata jutek.


“Tentu saja aku kenal Tenten, aku kan satu mata kuliah dulu bareng Naruto dan dia” terang Temari.


“Benarkah? Aah.. aku tidak tahu.” Kata Hinata.


“Memangnya kau belum dengar ya Temari, aksi heroik Naruto yang menyelamatkan Tenten?” Tiba-tiba Sasuke buka suara, kemudian melanjutkan. “Eh! kau jelaskan padanya!” tunjuk Sasuke pada Hinata. Hinata cengo’ kemudian menjelaskan pada Temari apa yang sebenarnya terjadi, tentang penjahat yang ingin mencuri, sampai Tenten yang hampir dilecehkan, sampai Naruto datang menyelamatkannya dan lain-lain. Yang lain hanya mendengarkan, termasuk Karin. ‘yah pasti tersebar deh di kantor!’ batin Naruto sambil melirik Karin si biang gosip.


“Waaah Naruto hebat juga. Bisa nih aku jadikan pacar yang bisa melindungiku 24 jam!” Kata Temari pede entah mengolok Naruto atau apa. 


“E-Eeeh tidak bisa! Naruto hanya milikku!” Timpal Hinata cepat kemudian memegang lengannya. Naruto hanya tertawa. Kemudian pesanan mereka berempat datang.


“Hoi pesanan datang tuh. Kalian tidak pesan?” Tanya Naruto pada Hinata dan Kiba.


“Eh Kiba Baka, pesan dong seperti biasa!” perintah Hinata. Kiba hanya menurut.


“Oke. Tolong zenzai dan steak dendengnya”

.

.


“Sampai ketemu lagi Narutooooo~” teriak Hinata sambil ia lambai-lambaikan tangannya. Orang di sampingnya 100% heran. Tidak menyangka kalau dengan Naruto, Hinata jadi jinak. Ia pandangi terus Hinata dengan tatapan aneh. Hinata masih mendongak-dongakkan kepalanya melihat Naruto dan Sasuke sudah melaju duluan, diikuti Temari dan Karin di belakang. Karena mereka sepertinya jalan masing-masing tadi.


“Apa lihat-lihat???” tanyanya kasar pada Kiba.


“Kenapa kalau sama Naruto kau baik sekali? Sama kami kau selalu marah-marah!” Tanya Kiba pada Hinata sambil mereka berdua berjalan kaki kembali ke mobil, karena mobil mereka agak jauh dari restoran.


“Karena Naruto tampan dan baik hati heheee~” jawab Hinata.


“Kau suka dia ya?” Tanya Kiba.


“Tentu saja!” Jawab Hinata tanpa ragu sedikitpun.


“Kau tidak lihat kamera ku ya, yang ku pasang di atas lemari? Itu merekam 24 jam tahu! Bohong kalau kau tak lihat, jelas-jelas kau ada di sana saatku buka. Waktu hidup lampu kau lihat kan ekspresi Naruto terekam sangat jelas, ia sangat mengkhawatirkan Tenten. Aku tebak dia pasti menyukai Tenten. Terus kok bisa dia ada di sana? Apa Tenten hubungi dia? Kalau benar pasti mereka berdua berhubungan, kalau tidak. Kenapa dia tidak menghubungimu atau menghubungiku. Apa mereka berdua pacaran ya?” terka Kiba


“Cerewett!!!” timpuk Hinata menggunakan dompetnya tepat di belakang kepala Kiba.


“Aaaww Itaaaii!” Sambil Kiba usap-usapkan tangannya ke kepala. “Kok aku dipukul siiiih?”


“Jangan campuri urusan orang!!” omel Hinata.


“Aku kasihan padamu Hinata! Kalau benar mereka berdua pacaran, terus kau gimana?? Masa’ gara-gara cowok persahabatanmu bakal hancur dengan Tenten!”


“Apaan sih kau Kiba? Jangan sok mengkhawatirkanku deeeeh.. Ih jangan-jangan kau suka lagi padaku!” Tebak Hinata. Lalu melanjutkan “Tidak, tidak aku tidak bisa! Aku sudah punya tambatan hati” tegasnya pede!


“Maaf yah aku sudah punya” Jawab Kiba terlalu santai. Hinata ingin menimpuknya, tapi ia keburu lari. Ia malu jika harus mengejar ngejarnya, jadi dia biarkan saja Kiba kabur duluan ke mobil.


“Bakaa Kibaa Bakaaa!!!” teriak Hinata kesal.


“Persahabatanku dengan Tenten tidak akan hancur, bodoh!” Gumamnya setengah tersenyum.


To be Continue


Pic. From Google

Sabtu, 14 Desember 2019

Cinta Yang Kreatif : Chapter 6

“Dasarr cabuuuuuuuuuuul!!!!!!!” Teriakku pada Naruto. Aku hanya berteriak tidak berani bergerak dari tempatku sekarang. Aku mulai menangis seperti anak kecil. Naruto cengo’ mungkin dia belum pernah melihat wanita cantik sepertiku menangis.

“Huuuuaaaa.. su-sudah ku duga huaaaa…” Mampuslah aku habis ini. Kelemahanku terlihat, pasti Naruto senang karena mendapatkan bahan olokan. Aku tidak peduli lagi karena aku sangat sakit hati padanya.

“K-kau melakukan yang tak se-senonoh padaku huaaaa…!” aku menangis kencang sekali aku tidak tahan lagi. Naruto masih menatapku cengo’

“K-kau kerjasama kan? De-dengan penja- .hiks.hiks. hat itu?” aku menangis sesegukan.

“Sstt apa sih maksudmu? Berhenti menangis. Aku tidak sejahat itu” Naruto mulai mendekatiku hendak mengusap airmataku. Aku menepis tangannya.

“Huaaa aku tidak percaya huaaaaaa..” tangisku masih berlanjut.

“Dengar dulu penjelasanku cepoool” Naruto menenangkanku, tapi aku masih tetap menangis. Ia melanjutkan.

“Aku membawamu ke apartemenku ini bukan bermaksud melecehkanmu. Tadi malam kau terlihat pulas sekali, jadi aku tidak tega membangunkanmu. Kemudian aku menggendongmu  mau menuju apartemenmu tapi aku tidak tahu kodenya, terus daripada tanganku pegal mending aku bawa saja kamu ke sini. Aku tegaskan sekali lagi aku bukan orang jahat” jelas Naruto. Aku mulai berhenti menangis, tapi masih agak sesegukan.

“Kau masih tidak percaya padaku? Coba ikut aku” ajak Naruto kemudian ingin memegang tanganku. Lagi-lagi aku menepis. Aku tidak mau keluar dari selimut ini karena aku merasa tidak memakai apa-apa. Pakaianku tidak tahu dia buat kemana. Kemudian dia tahu sepertinya aku takut untuk keluar dari selimut ini.

“Astaga! Keras kepala sekali sih Nona ini!” Naruto kemudian menarik selimut yang melilit di tubuhku. Aku berteriak ketakutan. Kami berdua sekarang sedang tarik-tarikan selimut, berakhir dengan Naruto pemenangnya. Aku memejamkan mata sambil kedua tanganku ku lipat ke depan dada. Aku takut melihat kenyataan yang menyakitkan.

“Buka matamu, tidak apa-apa” Kata Naruto. Aku menurut. Kemudian aku perlahan melihat ke bawah. Aku terkejut karena masih memakai celana jeansku. Setelah itu kularikan pandangan ke atasnya lagi. Aku ternyata masih memakai baju dalam.

“Lihatkan? kau masih menggunakan tanktopmu itu.” Aku ingin bertanya ‘terus kau kemanakan bajuku?’ tapi ia duluan menjawab tanpaku tanya.

“Dan bajumu? Ingat tidak apa yang kau lakukan tadi malam?” aku berusaha mengingat, tapi lagi-lagi aku lupa apa yang terjadi atau memang tidak tahu.

“Kau mengigau seperti orang mabuk, dengan mata terpejam kau meminta minum. Aku pikir serius kau sudah bangun. Aku memberikanmu minum, tapi bukannya minum kau malah menumpahkannya tepat ke bajumu. Dan lagi untung kau pakai tanktop jadi aku buka saja kemejamumu. Hanya kemejamu aku serius.” Jelas Naruto bersuer suer ria. Yah itu memang kebiasaanku sih, dulu waktu kecil ibuku juga sering berkata demikian. Kalau aku mulai mengigau aku akan kesana-kemari seperti orang mabuk. Kelihatan aneh sih, tapi begitulah adanya. Kali ini aku mulai percaya.

“Terus tadi malam bagaimana bisa kau ada di kantorku? Sok pahlawan lagi!” Tanya ku sarkastik.

“Hhmm itu aku hanya khawatir karena temanku berkata bakal ada pemadaman di wilayah itu, jadi aku ingat kau kan sedang lembur. Karena aku tidak mau terjadi apa-apa padamu jadi aku nekat saja pergi. Terus benar kan? Ternyata ada yang ingin berbuat jahat padamu” jelas Naruto lagi.

“Kau yakin bukan komplotannya?” Tanyaku lagi. Sambil mengusap ingusku yang sedikit keluar.

“Tentu saja bukan! Apa kau gila? Untuk apa aku melakukan hal-hal seperti itu?”

“Siapa tahu untuk mendapat simpati dariku mungkin. Ah, atau mau mengerjai aku lagi ya seperti terakhir kali agar otakku benar-benar rusak. Ooh aku ingat jangan-jangan minuman yang kau berikan padaku ada obat tidurnya. Terus kau sengaja berikan padaku, terus aku bakal diapa-apain oleh mu gitu? Terus….”

“Heeeeiiii.. berhenti mencurigaiku terus kenapa sih kau tidak percaya padaku. Bukannya kita kenal sudah 7 tahun ya?”

“Iya kenalnya 7 tahun tapi untuk mengetahui kau jahat atau tidak, butuh 100 tahun! Aku saja tidak akrab denganmu kok!” Naruto mendekat ke arah ku yang masih berada di atas kasur. Aku terkejut. Tiba-tiba saja dia menarik tanganku agar mendekat padanya. Karena ditarik, otomatis badanku ikut maju ke arahnya. Aku tercekat, menatap ke matanya langsung sedekat ini aku belum pernah. 

“Ayo akrabkan diri mulai sekarang!” Kata Naruto dengan senyuman khasnya yang makin hari makin menawan. Hush ada apa sih denganku. Tidak! Tidak! aku tidak boleh luluh padanya.

Aku kemudian menjauhkan diri darinya. Meninggalkan dia yang masih duduk di kasur.

‘Dasar psikopat’ gumamku. Ia juga mulai berdiri. Dapatku lihat ia tersenyum-senyum melihat diriku yang salah tingkah. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Sekarang aku masih berdiri, tanpa memakai baju pastinya karena aku tidak tahu ia menaruh kemejaku dimana.
Ia kemudian keluar dari kamar. Aku ingin ikut keluar tapi aku malu melangkah. Takut terlihat salah tingkah, aku putuskan untuk ikut saja dia keluar.

Yang pertama ku lihat adalah sofa tempat ku hari itu berbaring lebih tepatnya pingsan karena ulah Naruto. Aku lihat bantal serta selimut yang bertengger di atasnya. Ternyata yang Naruto ingin perlihatkan padaku adalah ini, bukti bahwa ia memang tidak melecehkanku. Ternyata ia tidur di sofa ini, mana kita tahu kan’ ku katakan dalam hati. Siapa tahu ini modusnya. Kemudian aku lihat dia ternyata mengembalikan pakaianku dan menghampiriku yang masih berdiri di depan pintu kamarnya.

“Nih sudah kering” ucapnya. Kuambil lalu kupakai kemeja ini di depannya.

“Terima kasih. Mana tas dan jaketku?” tanyaku jutek.

“Tidak mau minum kopi dulu?” Tanyanya basa-basi.

“Tidaaaaaakk” ucapku tegas kemudian mengambil sendiri tas dan jaket yang tadi dia tunjuk keberadaan.

Ting.tong..

Pintu depan berbunyi. Aku terkejut. Siapa yang datang? Bisa-bisa orang salah paham melihat ku pagi-pagi di sini. Naruto ingin menghampiri pintu, tapi buru-buru ku tahan.

“Eh eeh tunggu” bisikku padanya kemudian melanjutkan, “Aku bagaimana?” tanyaku masih berbisik.

“Apanya?” tanyanya santai. “Tenanglah di sini dulu. Jangan kemana mana oke?” Naruto kemudian meninggalkanku yang masih panik. Aku ingin sembunyi tapi nanti terlihat aneh, karena apa pentingnya aku bersembunyi dari seseorang yang entah itu siapa. Aku positif thinking berdoa mudah-mudahan yang di depan adalah kurir. Aku kemudian kembali menuju sofa, dan duduk di sana. Daripada tidak ada kerjaan, aku pura-pura sibuk dengan melipat selimut yang ada di hadapanku sambil berharap-harap cemas.

“Kenapa pagi-pagi datang ke sini sih?” dapat ku dengar Naruto mengomel di depan entah dengan siapa, tapi aku yakin mereka akan datang. Mampus aku, batinku.

Yang ku lihat pertama kali adalah Naruto, kemudian diikuti dengan wanita mungkin berumur 40an tahun yang masih terlihat cantik dan awet muda dengan rambut merahnya. Setelah itu, aku melihat warna rambut yang mirip dengan Naruto. Kuning. Aku berdiri. Dua orang yang tidak ku kenali terkejut melihatku. Aku menelan ludah. Kemudian membungkukkan badanku tanda hormat. Ku tebak mereka berdua ini adalah ayah dan ibu Naruto, karena terlihat mirip.

“Oh-ohayou go-gozaimasu” sapaku terbata. Tumben sekali aku terbata bata tidak seperti biasanya. Mereka masih bengong menatapku. Mungkin wajahku aneh dan bengkak. Maklum saja aku tadi habis menangis dan belum cuci muka.

“Ohayou” kata kedua orang tua di depanku bersamaan.

“Oya cepol mereka ini adalah orangtua ku. Ayah ibu, ini Tenten. Ststststs” Aku tidak yakin apa yang Naruto bisikan diakhir kepada ayahnya. Awas saja dia berkata yang macam-macam.
“Ka-kalau begitu silahkan duduk” jawabku seperti tuan rumah saja. “Oya Naruto, aku pergi” kata ku lagi. Aku kemudian ingin keluar tapi ditahan oleh Naruto. Ia menghampiriku, aku menatapnya tak suka.

“Makanlah sebentar di sini. Ibuku membawakan sarapan” katanya kepadaku. Aku diam saja sambil menatap tajam Naruto yang sempat-sempatnya tersenyum di situasi canggung ini.

“Ya benar, ayo kita sarapan sama-sama” kata ayah Naruto. Ibunya hanya cengo’menatap suaminya.

“Ah tidak apa-apa aku sarapan di rumah saja” kataku kepada ayahnya.

“Tapi kau pasti tidak sempat nanti. Kalau begitu sebentar” apa lagi yang akan Naruto lakukan. Kali ini ia menghampiri ibunya.

“Ibu aku ambil ini ya?” Pinta Naruto pada ibunya. Ia mengambil satu rantang yang aku tidak tahu apa isinya dari tangan ibunya kemudian kembali menghampiriku.

“Ini!” kali ini aku yang cengo’. Ia memaksaku mengambil makanan yang ada di rantang ini. Aku menolak tapi berkali-kali Naruto memaksa, begitupula ayahnya. Karena aku sangat tidak enak kepada mereka dan daripada aku berlama-lama lagi di sini, aku terpaksa mengambilnya.

“Baiklah baiklah aku ambil” kataku malas.

“Kalau begitu aku pergi dulu. Terima kasih.” Ucapku pada orangtua Naruto, tidak lupa aku membungkukan kepala ku berkali-kali. Setelah itu aku pergi diantar oleh Naruto.

“Nanti kita pergi bareng ya? Mobilmu kan masih di sana” Ajak Naruto. Aku ingat, mobil ku masih terparkir rapi di parkiran kantor.

“Tidak usah. Terima kasih. Aku akan hubungi Hinata” Jawabku cepat.

“Kau yakin tidak mau kuantar?” Tanya Naruto sekali lagi.

“Sangat-sangat yakin!” jawab ku tegas.

“Dasar keras kepala!!” lagi-lagi ia menyentuh pucuk kepalaku lembut. Aku membiarkannya entah mengapa, mungkin karena rasa terima kasih sudah memberikan ku sarapan. 

“Baiklah sampai jumpa” kataku padanya.

“Sampai jumpa cepol” ucapnya balik. Kemudian aku keluar menuju apartemenku di sebelah.
.
.
Aku sudah selesai mandi. Ku buka ponselku yang sudahku cas.

Tung.tung.tung.tung.tung.

‘Astaga sms siapa ini? Pasti Hinata’ batinku.

*Tenten bagaimana keadaanmu? Maaf gara-gara aku kau lembur, kau jadi kena imbasnya. Aku nyesal memberi tugas itu padamu TT tolong balaaas*

*Woi sudah bangun belum? Aku khawatir. Hubungi kalau sudah bangun*

*Ih gak aktif lagi nomornya. Udah bangun belum sih?*

*Tenten-chan aku sudah dengar kabar. Apa kau baik-baik saja? Penjahat itu sudah diringkus, ternyata dia ingin mencuri dari kantor kita. Kami juga sudah melihat cctvnya walau tidak jelas, tapi kami tahu dia diam-diam mendekatimu. Sebaiknya kau ijin saja hari ini. Aku memberikan ijin karena khawatir*

*Maaf sudah meninggalkanmu tadi malam. Ah penjahat itu merepotkan!*

“Wah ternyata mereka bisa mengkhawatirkanku juga ya?” kataku kemudian menghubungi Hinata.

“Moshi-moshi. Hinata?.......Aah sudahlah jangan lebay. Itu bukan salahmu lagian aku sudah berjanji kan? Aku numpang kau ya hari ini?” tanyaku pada Hinata, sambil membuka penutup rantang yang diberikan Naruto tadi kemudian menspeaker ponselku.

“Tidak bisa! Kau istirahat saja mengerti? Lagian aku sudah di kantor dan bos mengijinkanmu istirahat di rumah. Ah kibaaaa apaan sih? Aku masih ngomong sama Tenten nih, baka! Pokoknya kau jangan membantah, oke? Sudah yah, Kiba mau berbicara padamu tapi aku larang. Oya nanti aku traktir sebagai permintaan maaf sampai jumpa. Iiish Kiba baka!!” tuut.tuuut… panggilan berakhir.

“yah apa boleh buat kalau Hinata berbicara. Lagian aku lelah sekali” ucapku pada diri sendiri kemudian melanjutkan sarapanku.
.
.
Normal POV

“Hei bodoh! Jelaskan pada ibu gadis itu siapa” dengan berkacak pinggang sambil masih memegang sendok sup, Kushina menghujani Naruto dengan pertanyaan yang sama terus menerus.

“Tenanglah Kushina, tunggu sampai Naruto selesai makan” bela Minato yang sedang melahap telur goreng yang dibuat Kushina.

“Tidak! Dia harus menjawabku sekarang” cerca Kushina.

“Astaga ibu tidak bisa tenang sedikit apah? Dia teman seatapku.” Terang Naruto.

“Apa? Jangan bercanda yah!” Kushina hendak memukul Naruto dengan benda yang ia pegang sekarang. Tapi urung, karena melihat Naruto yang siap menghindar.

“Ma-maksudku, kami satu apartemen bu. Eh, maksudnya tempat tinggalnya di sebelah”

“Ooh jadi kalian tetangga ya?” Tanya Minato penasaran.

“Benar sekali ayah 100!” Jawab Naruto antusias. Ibunya hanya geleng-geleng kepala.

“Terus? Kok bisa dia pagi-pagi di sini?” Tanya ibunya lagi.

“Apa kalian tidur bersama?” sergah Minato yang berhasil kena pukulan sendok sup dari Kushina tepat di kepalanya. Minato hanya meringis kesakitan.

“Pengennya sih begitu ayah, tapi ia terlalu galak untukku ajak tidur bersama” jawab Naruto kepalang santai.

“Seperti ibumu dong!” Ucap Minato lagi.

Tuk.tuk..

“Aww!!” Aduh kedua orang laki-laki yang berada di sana bersamaan.

“Ibu senang sekali sih menyiksa kami?” Protes Naruto. Minato hanya diam tidak berani protes seperti Naruto.

“Awas saja kau macam-macam yah! Kalau tidak..” ancam Kushina.

“Kalau tidak apa bu? Bukannya ibu ingin aku punya pacar dan segera menikah serta punya cucu dari anakmu ini?”

“Tapi bukan gadis itu orangnya, baka!” bentak Kushina.

“Terus siapa bu? Siapaaa??” Tanya Naruto yang sebenarnya tidak terlalu penasaran.

“Ibu ingin kau menikahi Sakura!” jawab ibunya langsung. Naruto cengo’ kemudian menjawab.

“Apa? Tidak bisa bu! Aku tidak mau. Dia itu teman masa kecilku dan aku tidak punya perasaan lebih padanya” jelas Naruto.

“Bakaaa!! Sakura itu cantik dan baik. Pintar memasak pula. Apa yang kurang dari dirinya bakaa?? Hilangkan perasaan teman masa kecil, maka kau akan menemukan perasaan lebih pada dirinya” terang Kushina lebih jelas.

“Aaargh aku tidak peduli. Pokoknya aku tidak mencintai Sakura titik!” ucap Naruto frustasi.

“Bakaaaa!! Kau ini bodoh atau apa sih? Jelas-jelas ada wanita di depanmu yang lebih tepat” kata ibunya lagi.

“Tentu saja ada bu, dan orangnya itu Tenten!” jawab Naruto tak kalah keras kepala.

“Maksudmu gadis yang tidur di rumahmu tadi, yang melengos pergi menolak makan bersama kita?” Tanya ibunya sarkastik.

“Ibu belum mengenalnya!” bentak Naruto.

“Melihat dari sikapnya yang menatapmu jijik seperti tadi, ibu rasa dia tidak menyukaimu!”

“Aku akan membuatnya menyukaiku bu!”

“Dengan cara apa? Kau saja tidak berpengalaman pacaran. Sudahlah tidak usah repot-repot mengejar gadis itu. Jelas-jelas ada yang menyukaimu!” ibunya bersikeras.

“Sakura maksud ibu? Ibu berhenti menjodohkanku! Aku bisa mengurusnya sendiri” Naruto semakin frustasi.

“Kau tidak bisa. Lihat saja, apa pernah kau membawa pacar ke rumah?!” Tanya Kushina dengan nada yang agak meninggi. Kali ini Naruto berdiri mengacak-acak rambutnya sendiri.

“Aaargh aku tidak peduli! Pokoknya aku akan membuktikan pada ibu bahwa aku bisa mendapatkan Tenten!” kemudian melengos meninggalkan dua orang yang ada di dapur menuju kamarnya, dan menutup serta mengunci pintunya.

“Baka!! Aku belum selesai berbicara. Buka pintunya!!” Ibunya menghampiri pintu itu, berusaha membukanya dari luar.

“Kushina sudahlah dia bukan anak kecil lagi” kata Minato berusaha menenangkan. Kushina menghampirinya.

“Kau selalu membelanya! Aku hanya ingin yang terbaik buatnya. Dan aku yakin itu Sakura. Gadis itu? Apa baiknya dia? Sikapnya saja sudah begitu, menatap anak kita penuh kebencian.” Kushina duduk di tempat Naruto tadi.

“Dari mana kau tahu?” Tanya Minato penasaran.

“Karena aku juga pernah menatap seseorang seperti itu dulu”

“Aaah maksudmu aku?” pancing Minato.

“Hhmm! sudah selesai makan kan? Sini! Aku bereskan!” Kushina kemudian berdiri mengambil mangkuk di depan Minato yang sebenarnya belum selesai menyantap sarapannya.

‘Kkkk kau mudah sekali ditebak. Kau hanya tidak ingin anakmu diperlakukan seperti kau memperlakukanku dulu’ batin Minato sambil tertawa dalam hati.
.
.
Naruto POV

Argh aku sangat kesal pada ibu. Ia terlalu berlebihan mencampuri urusanku. Aku menyukai Tenten tentu saja, bahkan mencintainya. Karena nona cepol dua adalah cinta pertamaku.

Flashback

Aku melirik orang di sampingku, ia tidak sadar sepertinya aku memperhatikannya terus dari kemarin saat pertama kali melihatnya masuk. Entah kenapa aku langsung terhipnotis, dia datang sendirian, mencari cari kursi yang tepat. Dia memakai sepertinya kaus oblong berwarna putih dibalut dengan jaket varsity berwarna merah maroon putih. Bawahannya ia pakai rok yang ku tahu sejenis dirndl skirt berwarna hitam di bawah lutut. Serta sneakers convers all star berwarna hitam. Tote bag yang melingkari lengan sebelah kanannya serta tangan kirinya yang memeluk beberapa buku tebal. Ditambah cepol duanya yang terlihat pas di wajahnya, menambah aura unik di dalam dirinya. Oh dia datang! Aku tidak yakin apa ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama. Ah, saat dia mulai mendekat detak jantungku tidak dapat behenti berdetak. Sangat cepat, sampai-sampai aku harus menahannya dengan tanganku. Baru kali ini kurasakan. Dia duduk tepat di depanku. Di sampingku ada Temari.

“Hei kau kenapa Naruto?” tanyanya kebingungan saat aku memegang dada agak sedikit ke sebelah kiri.

“Ah? Tidak apa-apa. Dadaku hanya sedikit sakit” Jawabku hampir jujur.

“Oh. Baiklah” jawabnya cuek sambil memainkan ponselnya kembali.

Kelas berakhir tanpa hambatan. Aku melihatnya buru-buru keluar. Padahal ingin berkenalan. ‘sayang sekali’ batinku. Hei! walau aku belum pernah berpacaran, aku bukan orang yang malu atau tidak berani berkenalan. Berkenalan hampir selalu ku lakukan, tapi untuk melakukan lebih dari itu, aku belum pernah memikirkannya, sama sekali.

Hari ini aku duduk di sampingnya, kali ini tidak ingin melewatkan acara perkenalan diriku padanya. Kelas telah berakhir, aku ingin mengenalkan diri tapi gagal lagi. Ia terlanjur berdiri dan pergi. Aku hanya dapat melihat punggungnya menjauhiku. Seminggu sudah berlalu, dan aku masih saja gagal. Bukannya tidak berani, hanya saja timingnya kurang pas. Ia tidak datang dua hari, sisanya? Karena ia cepat sekali pergi.

Hari ini aku bertekad benar-benar harus memperkenalkan diri. Saat aku masuk ke dalam kelas, aku sudah melihatnya duduk di sana sendirian. Di pojok kiri dekat jendela. Aku menghampirinya yang sedang melihat keluar jendela.

“Hei boleh aku duduk di sini” Ijinku. Ia menoleh. Aku akui dia sangat cantik dengan cepolnya.

“Silahkan” katanya sedikit tersenyum. Jantung ku kembali berpacu. Aku duduk dan memberanikan diri berkenalan.

“Perkenalkan aku Naruto.” Aku mengulurkan tangan, ia menyambut hangat tanganku “Tenten, hanya Tenten!” oh God! Dia tersenyum, sangat manis batinku. Setelah itu aku mulai sering duduk di sampingnya meninggalkan Temari yang terheran heran sejak kapan aku mendapatkan teman baru. Kami juga kadang mengobrol, hanya obrolan biasa. Begitu seterusnya.

“Hei Ten! Punya pulpen lebih tidak?” tanyaku padanya. Kami sedang mengikuti kelas. Ia buru-buru mengeluarkan pulpennya yang lain dan memberikannya padaku.

“Terima kasih” ucapku 

“Eemm” jawabnya singkat sambil ia teruskan mencatat.

“Ten pinjam pulpen”, “Duh pulpenku macet nih”, “Ada pulpen?”, “Bisa pinjam pulpen tidak?” aku sadar telah menyusahkannya tiap saat. Aku sebenarnya sengaja melakukan ini, selain aku suka iseng, aku juga pencari perhatian. Terlebih kepadanya.

“Ini!”

“Apa ini?” Tanyaku. Aku kemudian membukanya. Tempat pulpen seperti punya wanita, di dalamnya banyak sekali berbagai jenis pulpen. Aku kemudian memandangnya penuh tanya.

“Jangan pinjam padaku lagi oke? Dan jangan hilangkan juga. Kalau sudah tidak butuh, kembalikan lagi padaku, kau mengerti?” tegas Tenten. Aku hanya mengangguk tidak menyangka ia menghentikan keisenganku dengan telak.

2 bulan telah berlalu. Aku sangat senang berada di dekat Tenten. Kadang aku dengan puas menatap wajahnya walau ia tidak sadar. Akhir-akhir ini Tenten terlihat sangat sumringah, entah apa yang terjadi padanya. Ia sering sekali tersenyum sendiri seperti orang gila. Tapi aku tetap menyukainya, terlihat lucu malah. Kelas berakhir, Tenten bergegas merapikan barang-barangnya.

“Tenten-chan!!” Aku menoleh ke arah suara ngebas. Pemilik suara itu melambaikan tangannya ke arah Tenten, Tenten balik melambai dengan ceria. Setelah selesai merapikan barangnya, Tenten menghampiri laki-laki tersebut. Kemudian sesuatu yang membuatku sakit mata melihatnya sekaligus sakit hati adalah, Tenten menggandeng tangan laki-laki itu. Ia tidak mirip Tenten, dan wajahnya juga seumuran. Aku menduga bahwa orang itu pastilah kekasihnya. Aku menangis dalam hati sejadi-jadinya. Aku sangat murung. Berbeda sekali saat pertama kali aku melihat Tenten. Temari kemudian datang menghampiriku.

“Eh kau sudah tahu belum?” Tanya Temari yang langsung duduk di sampingku. Aku tidak tertarik bertanya.

“Katanya Tenten sama Sasori senpai pacaran loooh. Kau tidak sakit hati?” Aku kaget, Temari bisa tahu perasaanku. Tapi aku malas menjawab pertanyaannya. Aku kemudian pergi diikuti Temari yang masih penasaran akan jawabanku.

Setelah itu aku putuskan untuk tetap menyukainya, walaupun hanya dalam diam. Melihatnya saja aku sudah senang. Yah nikmati sajalah perasaan ini yang entah sampai kapan berhenti.

To be continue..

Sepertinya Naruto bucin ya? Wkwk
Sudah tahu kan perasaan Naruto yang sebenarnya? Hehe

Bonus Pic. From Google